Berbisnis Dengan Hati

KEJUJURAN SEBAGAI KEUNGGULAN BERSAING

Oleh : Hermawan Kartajaya

Saya memikirkan compassionate marketing sejak tiga tahunan yang lalu saat skandal keuangan merebak di Amerika yang memuncak dengan tumbangnya perusahaan – perusahaan raksasa seperti Enron, Worldcom, atau Global Crossing.

Kasus manipulasi akuntansi terbesar dalam sejarah bisnis Amerika tersebut menunjukkan keadaan kita betapa semakin tingginya kompleksitas bisnis, semakin canggihnya tool – tool manajemen, dan semakain majunya perangkat regulasi, ternyata bukannya menjadikan praktek bisnis kita menjadi semakin dewasa dan beradab. Justru sebaliknya, ia semakin kebablasan tanpa etika, tanpa nilai – nilai moral, tanpa pegangan.

Saya berpikir apakah ini tanda akan datangnya akhir jaman. Bisnis telah kian terpuruk oleh tangan – tangan orang yang tidak punya etika dan moral. Bisnis tidak lagi dijalankan dengan semangat kejujuran dan keadilan. Apa yang kita lihat dari skandal tersebut adalah betapa para pebisnis semakin membabi – buta menghalalkan cara apapun untuk mengeruk keuntungan pribadi tanpa peduli hal itu merugikan pihak lain. Para pebisnis semakin kehilangan nuraninya. 

Kejadian di Amerika tersebut sesungguhnya bukanlah konsern utama saya. konsern dan keprihatinan saya justru pada praktek bisnis yang sudah berjalan bertahun – tahun di negeri ini. Kalau mau jujur, sesungguhnya apa yang terjadi di Amerika itu sudah menjadi keseharian kita selama ini. Secara kebetulan berita skandal itu di blow up besar – besaran media massa di seluruh dunia sehingga kita tahu dan tersentak karenanya.

Tapi bagi kita yang di Indonesia skandal tersebut adalah biasa saja. Karena di negeri ini praktek bisnis yang sepuluh kali lipat lebih kotor dari praktek bisnis yang dijalankan para eksekutif Enron itu begitu banyak dan telah membudaya selama tiga puluh tahun lebih.

Kongkalikong politisi – pengusaha!
Bisnis “nginjak kaki”!
Praktek suap dan mark – up!
Sogok – menyogok pejabat untuk memenangkan proyek!
Mendirikan bank untuk mengeruk duit masyarakat untuk mendanai bisnis grup!
Mengelabui bank untuk menguras koceknya!
Kolusi pejabat untuk mendapatkan monopoli!
Dan masih banyak lagi.
Kalau mau lebih detail lagi bacalah artikel, Saya Bermimpi Menjadi Konglomerat – nya Pak Kwik Kian Gie.

Semula saya berpikir bahwa dengan bergantinya pemerintahan Orde Baru politik di negeri ini akan lebih jujur dan adil. Sehingga kalau politiknya oke diharapkan praktek bisnisnya juga oke. Tapi seperti kita tahu semua, wajah politik pasca Orde Baru bukannya lebih baik malah lebih compang – camping.

Kalau dulu korupsi bisa secara rapi “dipusatkan” di pusat – pusat pemerintahan, maka kini korupsi tersebut semakin meluas dan merajalela di tingkat kabupaten bahkan kecamatan. Kalau dulu kongkalikong pengusaha – pejabat hanya terbatas di Jakarta maka kini hal yang sama dilakukan di secara massif di tingkat kabupaten – kecamatan. Tak heran jika negeri kita ini tak bergeming posisinya sebagai negara terkorup di dunia. Praktek bisnis kotor yang selama puluhan tahun melingkupi keseharian kita semakin menyadarkan saya bahwa kejujuran dan etika bisnis kini sudah menjadi suatu yang langka di negeri ini.

Di negeri yang compang – camping etika bisnisnya, kejujuran merupakan “resources” yang semakin langka bagi perusahaan. Dan tak bisa di-leverage menjadi komponen penting keunggulan bersaing perusahaan. Karena godaan untuk berbisnis secara tidak jujur itu demikian kuat di negeri ini, maka tak banyak
perusahaan yang mampu melakukannya.

Apa artinya ini? Artinya adalah bahwa kejujuran bisa menjadi sumber keunggulan bersaing yang sangat kokoh. Kenapa kokoh? Karena tak banyak perusahaan yang mampu melakukannya dan kemampuan tersebut sulit ditiru pesaing. Dalam teori manajemen, kalau sebuah perusahaan mampu melakukan sesuatu yang sulit ditiru oleh pesaing maka ia akan memiliki daya saing yang kuat dan sustainable dalam
jangka panjang.

Saya melihat praktek bisnis dan marketing bergeser dan mengalami transformasi dari level intelektual menuju ke emosional, dan akhirnya ke spiritual. Level intelektual ditandai dengan penggunaan tool – tool marketing ampuh seperti marketing mix, branding, positioning, dan sebagainya.

Lalu sejak sekitar sepuluh tahunan yang lalu konsep emotional marketing muncul dan kini makin mendominasi praktek pemasaran yang dijalankan oleh para pelaku bisnis. Saat ini varian dari emotional marketing ini sudah berkembang demikian luas dan telah menjadi buzzword marketing yang popular. Sebut saja beberapa di antaranya seperti : customer relationship management, experiential marketing, emotional branding, dan sebagainya.

Tapi kini dan di masa datang, apalagi setelah pecahnya skandal keuangan yang saya sebut di depan, saya melihat eranya akan bergeser kearah spiritual. Sehebat apapun strategi bisnis yang Anda punyai, secanggih apapun tool marketing yang Anda jalankan, semuanya tak akan ada gunanya kalau tidak dilandasi spiritualitas yang kokoh, Mau bukti? Buktinya Enron, raksasa energi yang praktis habis dalam semalam karena tidak jujur kepada stakeholders-nya. 

Bisnis, berbisnis dengan hati
Apapun bisnis Anda, rohnya akan terletak pada kejujuran dan etika. Saya sangat terkesan dengan logika yang dipakai Aa Gym mengenai berbisnis yang jujur. Berikut ini ada perkataan Aa Gym, “Logikanya sederhana, Allah yang menyuruh jujur, Allah yang memberi rezeki, untuk apa harus tidak jujur?”

Bisa dikatakan Aa Gym sudah seperti Raja Midas, apapun yang disentuhnya menjadi emas. Maksudnya, apapun bisnis yang dimasukinya selalu membawa kesuksesan. Kini beliau sudah mengelola 19 perusahaan dan semuanya merupakan bisnis yang menguntungkan.

Semua kesuksesan tersebut kuncinya menurut Aa Gym cuma satu : Jujur. Dalam tulisan ini berisi uraian Saya dan Aa Gym mengenai bisnis yang dilandasi oleh kejujuran, etika, dan profesionalitas. Isinya sendiri merupakan rangkuman dari butir – butir pemikiran Saya dan Aa Gym mengenai berbisnis yang jujur dan beretika yang kami kemukakan dalam sebuah acara talk show dalam rangka pengajian bulan Ramadhan tahun 2003 lalu.
Dalam tulisan ini Aa gym menguraikan prinsip – prinsip dasar bisnis yang berlandaskan kejujuran dan Islam, tentu saja dalam konteks Manajemen Qolbu. sementara saya menguraikan sebuah konsep terbaru yang sudah sejak setahun ini saya gagas bersama rekan – rekan di MarkPlus&Co. yaitu apa yang saya sebut, The 10 Credos of Compassionate Marketing.

Akhirnya saya berharap bahwa di negeri tercinta ini akan semakin banyak perushaan yang mampu tumbuh, berkembang, dan memiliki daya saing kuat karena prinsip kejujuran dan etika yang dipegang teguh. Betapa indah kalau bisnis itu dijalankan dengan nurani.

diambil dari pdf  Berbisnis Dengan Hati; Aa' Gym Bagian 1

0 komentar:

Post a Comment

ITJ