Informasi Islam

Informasi Islam, ekonomi Islam

Islamic Economic

Islamic Bussines

kasih sayang orang tua

  Kenanglah kedua orang tua anda. Biasanya, disaat orang tua kita masih hidup, tidak mudah bagi kita untuk menghargai kasih sayang mereka. Padahal mereka menebar cinta mereka dalam setiap desah nafas, gerak bibir dan ayunan langkah mereka. Tidak ada yang mereka pikirkan begitu penting selain keluarga mereka, anak cucu, penerus keberlangsungan  karya mereka di dunia ini. Bahkan dalam amarah, kekecewaan dan kesedihan mereka selimuti dengan kasih sayang.

  Bagi kita, ini mungkin nasehat tua yang sudah terlalu sering terdengar. Namun, tak pernah usang, karena orang tua selalu dilahirkan zaman. Mengenang orang tua sebenarnya mengenang keberadaan diri kita sendiri. Kita terlahir dari buah kasih sayang, kita tumbuh dalam naungan kasih sayang, kita pun ditinggalkan dengan lambaian kasih sayang. Memang tidak ada yang terlambat, namun sebelum hati terdalam anda menyesal, kasihilah kedua orang tua anda. Bagi mereka, balasan ini jauh lebih berharga dari apapun yang pernah diperolehnya. Bagi mereka, itulah bekal sebaik-baiknya untuk menikmati usia senja mereka.



Kasih Sayang Seorang Ibu

Saat kau berumur 15 tahun, dia pulang kerja ingin memelukmu. Sebagai balasannya, kau kunci pintu kamarmu.

Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kau mengemudi mobilnya. Sebagai balasannya, kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa peduli kepentingannya.

Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telepon yang penting. Sebagai balasannya, kau pakai telepon nonstop semalaman.

Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus dari SMK 13. Sebagai balasannya, kau berpesta dengan temanmu hingga pagi.

Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu kekampus pada hari pertama. Sebagai balasannya, kau minta diturunkan jauh dari pintu gerbang, agar kau tiudak malu dihadapan teman-temanmu.

Saat  kau berumur 20 tahun, dia bertanya ‘Dari mana saja seharian ini ?’. Sebagai balasannya, kau jawab ‘Ah ibu cerewet amat sih, ingin tau urusan orang !’.

Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus untuk karirmu dimasa depan. Sebagai balasannya, kau katakan,’Aku tidak ingin seperti Ibu’.

Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus perguruan tinggi. Sebagai balasan, kau tanya dia kapan kau bisa ke Bali.

Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1 set furniture untuk rumah barumu. Sebagai balasan, kau ceritakan betapa jeleknya furniture itu.

Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya  tentang rencananya di masa depan. Sebagai balasannya, kau mengeluh,’Bagaimana Ibu ini, kok bertanya seperti itu ?’.

Saat kau berumur 25 tahun, dia membantumu membiayai pernikahanmu. Sebagai balasannya, kau pindah kekota lain yang jaraknya lebih dari  500 KM.

Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan nasehat bagaimana merawat bayimu. Sebagai balasannya, kau  katakan padanya,’Bu, sekarang zamannya sudah berbeda’.

Saat kau berumur 40 tahun, dia menelepon untuk memberitahukan pesta ulang tahun salah seorang kerabat. Sebagai balasan, kau jawab,’Bu, saya sibuk sekali, ga ada waktu’.

Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu. Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negative orang tua yang numpang tinggal di rumah anak-anaknya.

Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang. Dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan, karena mereka datang menghantam HATI mu bagaikan palu godam.



JIKA BELIAU MASIH ADA, JANGAN LUPA MEMBERIKAN KASIH SAYANGMU LEBIH DARI YANG PERNAH KAU BERIKAN SELAMA INI DAN JIKA BELIAU SUDAH TIADA, INGATLAH KASIH SAYANG DAN CINTANYA  YANG TULUS TANPA SYARAT KEPADAMU.


Ibunda, Kenapa Engkau Menangis?

Suatu ketika ada seorang anak laki-laki bertanya kepada Ibunya,’Ibu, mengapa Ibu menangis?’, Ibunya menjawab,’Karena, ibu adalah seorang wanita,Nak’.’Aku tidak mengerti’, kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat.’Nak, kamu memang tidak akan pernah mengerti…’

Kemudian, anak itu bertanya pada Ayahnya,’Ayah, mengapa ibu menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada alasan yang jelas ?’. Sang Ayah menjawab, ’Semua wanita menangis tanpa ada alasan yang jelas’. Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya. Lama kemudian, si anak tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, kenapa wanita menangis.

Suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan, ‘Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis ?’.

Dalam mimpinya, Tuhan Menjawab,
‘Saat kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan semua beban dunia dan isinya, walaupun juga, bahu itu harus lembut dan cukup nyaman untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk melahirkan dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau, sering kali, ia kerap berulangkali menerima cercaan dari anaknya itu.

Kuberikan Keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa.

Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan Wanita,  perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu, melukai perasaannya, melukai hatinya.

Perasaan ini pula yang memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan, saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan menjadi pelindung baginya. Sebab, bukaklah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan jantung agar tidak terkoyak?.

Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tidak pernah melukai istrinya. Walaupun, Sering pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap nkesetiaan yang diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling menyayangi.

Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan.

Maka,dekatkanlah diri kita pada sang Ibu selagi beliau masih hidup, karena dikakinyalah kita menemukan syurga.

KASIH IBU ITU SEPERTI LINGKARAN, TAK BERAWAL DAN TAK BERAKHIR. KASIH IBU ITU SELALU BERPUTAR DAN SENANTIASA MELUAS, MENYENTUH SETIAP ORANG YANG DITEMUINYA. MELINGKUPINYA SEPERTI KABUT PAGI, MENGHANGATKANNYA SEPERTI MENTARI SIANG DAN MENYELIMUTINYA SEPERTI BINTANG MALAM.





Do’a Untuk Orang Tua

Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka,
Perindahlah ucapanku di depan mereka.
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkanlah hatiku untuk mereka.

Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya
Atas didikan mereka padaku dan
Pahala yang besar
Atas kesayangan yang mereka limpahkan padaku,
Peliharalah mereka
Sebagaimana mereka memeliharaku.

Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan,
atau kesusahan yang mereka derita karena aku,

atau hilangnya sesuatu hak mereka karena perbuatanku,
jadikanlah itu semua
Penyebab rontoknya dosa-dosa mereka,
Meningginya kedudukan mereka dan
Bertambahnya pahala kebaikan mereka dengan perkenan-Mu, ya Allah
sebab hanya Engkaulah
yang berhak membalas kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.

Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku,
Izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku.
Tetapi jika magfirah-Mu lebih dahulu mencapai diriku,
Maka izinkahlah aku memberi syafa'at untuk mereka,

sehingga kami semua berkumpul
Bersama dengan santunan-Mu
di tempat kediaman yang dinaungi kemulian-Mu, ampunan-Mu serta
rahmat-Mu.

Sesungguhnya Engkaulah
yang memiliki Karunia Maha Agung,
serta anugerah yang tak berakhir dan
Engkaulah yang Maha Pengasih Diantara semua pengasih.

****

Mari kita kenang dosa kepada orang tua kita.
Siapa tahu hidup kita dirundung nestapa karena kedurhakaan kita.
Karena kita sudah menghisap darahnya, tenaganya, airmatanya,     keringatnya.


 Istighfar, istighfarlah
Barangsiapa yang matanya pernah sinis melihat orangtuanya.
Atau kata-katanya sering mengiris melukai hatinya,  atau yang jarang memperdulikan dan mendoakannya.

 Istighfar yang pernah mendholimi ibu bapaknya.

 Astaghfirullahal Adhiim
 Astaghfirullahal Adhiim


Sumber : Bundel by  UGLY --- Jan '02

Inilah Waktu Yang Tepat Untuk Menikah

Hanif, sehanif namanya. Teman saya ini seorang yang sederhana, nyaris di segala sikap dan tutur kata.
Apakah engkau tahu pandangannya tentang pernikahan?
“itu adalah sesuatu yang akan didatangkan Allah pada saat diperlukan.”
begitu sederhana, lebih tepat sebagai sikap pasrah. Oleh karena itulah saya bertanya, “tidak
merencanakan?Tidak memilih akhwat mana yang akan kau jadikan ibu dari anak-anakmu?”
Dia hanya tersenyum, “Allah akan mendatangkan berikut segala perangkat yang diperlukan hamba-Nya.”


saya selalu tertegun setiap melihat betapa kehanifan begitu nyata pada dirinya, begitu lurus, begitu tawaduk. Caranya memandang hidup selalu dengan mara yang berbinar-binar, kepercayaan yang tinggi bahwa Allah punya skenario yang jelas atas hidup seorang manusia.

Hanif nyaris tak pernah mengeluh. Saat ia begitu kesulitan mencari pekerjaan, ia tak perlu resah. Ia selalu bergerak dan itu yang diyakininya bahwa Allah yang akan mendatangkan rizki, dimana dan kapan pun manusia berada. Rezeki telah jelas alamatnya, tetap dan tepat, tidak akan berkurang sesuai yang telah dijatahkan, akan didatangkan sesuai dengan waktunya, serta sesuai dengan keperluannya.


Saya tak berlebihan menyebutnya tak pernah mengeluh. Selepas SMA, Hanif yang satu tingat diatas saya itu tak mau pergi merantau sebagaimana teman-temannya yang lain, mencari pekerjaan kekota.
“aku lebih bermanfaat di sini, Wie! Di kota sudah banyak ustadz, sudah banyak orang yang concern terhadap dakwah. Sementara di sini, siapa yang akan melakukannya? Lihatlah adik-adik TPA, siapa yang akan membimbing mereka jika semua pergi.”
Saya mengangguk-anggukan kepala. Saat itu saya tersindir karena saya adalah salah satu dari yang 'pergi'.
“bukahkan engkau juga perlu dunia , Mas?”
“Tentu saja. Tapi, apakah di sini tidak ada dunia?”
“Pekerjaan?Gaji Besar?”
“Di sini aku bekerja. Gaji besar?Kaupikir gajimu lebih besar dari gajiku?”
“Maksudku gaji dalam bentuk uang, Mas, bukan gaji di akhirat. Berdakwah memang perlu dan penting. Tapi jika aktivis dakwah tidak bekerja, dia akan menjadi beban orang tua, mungkin beban masyarakat.”
“Aku tidak akan menjadi beban orang tua, apalagi masyarakat”

* * *

hanif memang membuktikan ucapannya. Dia keluar dari rumah orang tuanya selepas SMA, memilih ngontrak di sebuah kampung tak seberapa jauh dari rumahnya sendiri. Ia tak pernah mengandalkan harta orangtuanya. Ia bekerja apa saja, berjualan apa saja, sembari terus melebarkan aktivitas dakwahnya.


“Jadilah pohon yang besar, menjadi sarang bagi burung-burung, menjadi tempat berteduh yang menenangkan, menjadi tempat bergantung, dan bahkan menampung resapan air untuk kemudian menjadi sumber mata air.”
saya selalu kagum dengan falsafahnya itu. Bukankah memang demikian yang dilakukan Hanif?
Hartanya memang tak seberapa, tepi berapa banyak orang yang bergantung padanya?Berapa banyak orang yang selalu menanti uluran tangannya?
Ia masih tetap ngontrak, satu kamar kecil di sebuah perkampungan sederhana. Ia bergitu dicintai oleh pemilik kontrakkan – yang beberapa tahun kemudian membebaskannya dari uang kontrak karena telah menganggapnya sebagai anak.


Hidupnya begitu sederhana – seperi umar – ia terbiasa makan hanya dengan kerupuk dan sambal. Namun, rumahnya nyaris tak pernah sepi pengunjung. Telah berapa banyak orang yang di tolongnya memperoleh pekerjaan. Sebagian bahkan menuai sukses menjadi hartawan. Telah berapa banyak orang diantarkannya meraih kesuksesan? Mereka yang pernah turun semangatnya kembali meruyak meneladani carnya memandang hidup dengan berbinar-binar.


“Jangan menjadi buah,” katanya. “Memang selalu buah yang dinanti orang, tetapi setelah dipetik, ia tak lagi bisa berbuat apa-apa.”
dia memang telah menjadi pohon rindang dan rranting tempat bergantung bermacam buah rabum.
Maka, sekali ini, saya kembali bertanya padanya tentang menikah sebab umurnya telah terbilang cukup. Bahkan, saya yang notabene adik kelasnya telah lebih dulu membina rumah tangga. Dia akan didatangkan pada saat yang tepat,” Jawabnya,tetap sederhana.


“Tapi bukankah Allah tidak mengubah nasib suatu kaum jika kaum itu tudak berusaha mengubahnya?Manusia tidak boleh sekedar menunggu. Ibadah adalah dalam bentuk ikhtiar itu dan menyerahkan hasilnya setelah berusaha dengan cukup.”
“usahaku adalah dengan memperbaiki diriku sebab yang selalu kuyakini adalah bahwa lelaki yang baik untuk wanita yang baik>”
“Dalam bentuk amal nyata engkau harus mencarinya.”
“Aku mencarinmya dengan dakwah. Jika suatu saat menikah, aku ingin menikah dengan alasan dakwah, bukan hanya karena aku tertarik kepada wanita itu.”

* * *

Memang begitulah adanya. Boleh jadi, saya tak sependapat dengan dirinya. Namun tak pelak, saya harus mengagumi caranya memahami konsep kanaah, menerima apa adanya. Baginya memang dakwah itu berada di atas segala-galanya.


mengetahuinya karena terlibat dalam proses itu. Tada ada syak sedikit pun bahwa Hanif akanTahun 1998, tersebutlah... seorang akhwat menyatakan keinginannya untuk dilamar hanif. Saya menolaknya sebab dengan alasan apa lagikah seoran gikhwan akan menolak wanita ini? Tak ada yang bisa dicela darinya. Pun, mengingat prinsip Hanif akan dakwah yang demikian, memparalelkan dengan aktivitas dakwah sang akhwat, sunggh sebuah sinergi dua kekuatan dakwah yang luar biasa.


Sayang, di akhir proses itu, Hanif menggeleng.
“Kenapa?” Tanya saya, lebih mewakili pertanyaan orang-orang yang mengetahui kelanjutan proses ini. Ya. Kenapa?
Hanif hanya sedikit memejamkan matanya. “Belum ada kecondongan itu. Belum ada kebulatan dalam hatiku sebagaimana azamku sebelumnya. Pun, dalam istikharah panjang, belum juga ada pertanda, apalagi kemantapan yang didatangkan-Nya.” Kecewalah saya. Kecewalah kami. Kecewalah semua. Namun, kami harus menghargai keputusan hanif.

* * *

Tahun 1999, setelah melewati diskusi panjang, Hanif memutuskan untuk pindah dari tempat kontrakannya. Kali ini, bukan lagi kota kami tempat ia berdiam. Saya masih rasakan pancaran semangat dakwah itu tak surut dari parasnya, dari setiap tindakan yang ia ambil.

Kali ini, alasan kepindahannya adalah proses 'murtadisasi' yang marak di kawasan pesisir selatan. Daerah bergunung-gunung, yang -menurut mitos- dikutuk dengan kekeringan. Entah, berapa ribu korban berjatuhan. Mereka yang menggadaikan iman demi satu atau dua tanki air bersih.
Ke sanalah kini Hanif menuju.
“Banyak yang ingin saya sampaikan dari Rasulullah, Wie,” katanya, “Sebab bukankah Rasul sering menghadapi kekeringan? Ada banyak teladan kisah dalam menyikapi kekeringan, cara menghemat air minum namun tidak samapai jorok dan mengabaikan kebersihan... Banyak sekali.”
saya menganggu sebab sebatas itulah saya bisa mendukung. Saya tidak berfikir apapun tentangnya selain bagaimana ia nanti akan mencukupi kehidupannya. Tinggal di sana, ia akan bekerja apa untuk menafkahi hidupnya?Berjualan makanan lagi seperti saat di sini, saya merasa tak yakin itu sebuah solusi cerdas sebab saya bisa menakar tingkat daya beli orang-orang pesisir ini.


Namun, kekhawatiran saya tak terbukti. Hanif jauh lebih cerdas dari saya yang saya sempat bayangkan. Dengan 'kemahirannya' memikat hati, ia bisa diterima masyarakat yang kini mayoritas bukan lagi beragama islam. Kepiawaiannya bergabung dengan kelompok mana pun membuat 'tenaganya' laku dan banyak yang menawar. Banyak pekerjaan-pekerjaan kecil yang diamanahkan kepadanya dan darinya ia memperoleh upah yang -kendati kecil- bisa dipakainya menutup semua pengeluaran.

Sama seperti sebelumnya, di sini ia ngontrak di sebuah rumash sederhana. Tak sampai menunggu tahun, ia telah dibebaskan dari uang kontrak sebab pemilik rumah telah menganggapnya sebagai anak sendiri.

Hal yang menakjubkan adalah... ketika sang pemilik rumah – yang semula adalah korban murtadisasi itu- menyatakan keinginannya untuk kembali pada islam. Lelaki sepuh itu bahkan di kemudian hari menjadi salah satu pembelanya. Ya, fitnah untuk Hanif merebak dan membuat orang-orang  kampung meradang, naris menggelandangnya ke tanah lapang, laksana maling ayam yang ditangkap massa.

Saat itu, dengan tegar dan tangan terentang, sang lelaki sepuh berusaha menenangkan massa, menjadi saksi sekaligus pembela bahwa Hanif tidak melakukan apa yang mereka tuduhkan. Sebuah pembelaan yang mahal ia tebus, yakni kebencian orang-orang kampung.
Tibalah waktunya, kabar dari Hanif itu membuat saya terlengak.
“Menikah?”
“Ya. Bukankah aku telah cukup umur untuk menikah, Wie?”
“Tapi...” Tak sempat saya menyelesaikan kalimat. Saya melihat seoran gadis yang ia perkenalkan. Wanita inikah yang ia pilih?

Saya nyaris tak bisa menerima, lebih tepatnya kecewa. Seorang gadis dengan baju lengan pendek yang dipadu dengan celana jeans, tanpa penutup kepala, berdiri di sampingnya.
Sungguh, saya tak bisa menerima kalau keputusan ini yang diambil Hanif. Oleh karena itu saya memburunya ke tempatnya tinggal, menuntut pertanggungjawaban atas pilihan itu.
“Bukankah telah aku katakan, jika suatu saat aku memutuskan untuk menikah, aku ingin menikah karena dakwah, bukan karena aku tertarik dengan wanita tersebut.”

panjang lebarlah ia bercerita, tentang sang lelaki sepuh yang beberapa kali datang kepadanya, memintanya untuk menikahi salah seorang putrinya. Sebuah harapan yang luar biasa dari orang tua yang menginginkan hidayah kembali datang kepada anak-anaknya.

Awalnya saya menyangkal niat itu, dalam sebuah pertaruhan yang saya bilang konyol. Saya bilang konyol sebab tak ada jaminan apa pun wanita itu akan masuk islam dan berkafah di dalamnya.
“Banyaklah istri Rasulullah yang beliau nikahi dalam keadaan yahudi,” jawab Hanif. “Saya hanya ingin mengajakmu berpikir sebaliknya janganlah bertanya tentang apa yang akan saya dapatkan jika saya menikahinya. Namun, bertanyalah apa yang akan islam dapat jika saya tidak menikahinya.”
Allahu Rabbuna...!

memanglah seperti yang ia katakan. Akan sangat banyak akses yang terjadi jika ia menolak pinangan itu. Efek yang berpengaruh langsung pada Islam itu sendiri.
Ya, memang sekaranglah saat yang tepat baginya untuk menikah, dengan atau tanpa belitan masalah. Sebab baginya, dakwah adalah di atas segala-galanya.

Cikutra, 29 April 2004
Seraya mengingat seorang sahabat dekat.


Sumber : Melukis Cinta 2 (Syaamil, 2004)

MONEY IN THE QUR’AN AND SUNNAH



MONEY IN THE QUR’AN AND SUNNAH

MONEY IN THE QUR’AN AND SUNNAH



Many secularised Muslims in the modern age fervently believe that religion should have nothing to do with economic and political life. Such Muslims would be at a loss to explain, or even understand, the following incident in the life of Prophet Muhammad (sallalahu ‘alaihi wa sallam):
Abū Sa’īd al-Khudri said that Bilāl brought the Prophet some Barni dates, and when he asked him where he had gotten them he replied: “I had some inferior quality dates so I exchanged two Sa's of them for one Sa’ (of this).” The Prophet responded: “Ah! This is the very essence of Ribā, the very essence of Ribā! Do not do so, but when you wish to buy, sell the dates in a separate transaction, then buy with
what you get.” (Bukhāri, Muslim)

We learn from the above that Prophet Muhammad (sallalahu‘alaihi wa sallam) prohibited an unequal exchange of ‘dates’ for ‘dates’. He declared such an exchange to be the very essence of Ribā. Yet there is evidence that an unequal exchange of ‘camels’ for ‘camels’ was permitted:

Yahya related to me from Mālik from Nāf’i that Abdullah ibn Umar bought (i.e., exchanged) a female riding-camel for four camels and he guaranteed to give them in full to the buyer at ar-Rabādha. (Muwatta, Imām Mālik)

The question naturally arises: why was there a prohibition of an unequal exchange of dates, but no prohibition of an unequal exchange of camels?
The answer to that question, located in a very important Hadīth of the blessed Prophet (sallalahu ‘alaihi wa sallam) concerning Ribā, explains what is money in Islam:
Abī Sa’īd al-Khudri reported Allah’s Messenger as saying: “Gold for gold, silver for silver, wheat for wheat, barley for barley, dates for dates, and salt for salt. (When a transaction is) like for like, payment being made on the spot, then if anyone gives more or asks for more, he has dealt in Ribā, the receiver and the giver being equally guilty.” (Sahīh, Muslim)

The above Hadīth of Prophet Muhammad (sallalahu ‘alaihi wa sallam) has very clearly established three things: Firstly, it established ‘money’ in Islam to be either precious metals such as gold and silver, or other commodities such as wheat, barley, dates and salt which are commodities of regular consumption as food but which have a shelf-life. Thus, when there was a scarcity of gold and silver coins in the market in Madina, commodities such as dates, which were available in the market in abundant supply, and which had a shelf life, were used as money. Consequently, we can now answer the above question.

The unequal exchange of camels for camels was permissible since animals were never used as money. An
unequal exchange of dates for dates had to be prohibited, however, because dates were used as money, and permission for such an exchange would open the door for a moneylender to lend money on interest.

If the same principle concerning the use of commodities such as dates as money, were to be applied in the Indonesian island of Java, for example, then rice could be used as money if gold and silver coins were to be in short supply in that market.

In the island of Cuba on the other hand, sugar could be used as money, etc.
Some scholars of Islam argue that mankind is free to use anything, even a grain of sand, as money. Therefore, there is no prohibition to printing paper and assigning any value to the paper. Our response is that grains of sand or shells found on the seashore cannot qualify in Islam as money according to the Hadīth since they are neither precious metals nor or they commodities that are consumed regularly as food.

Secondly, when gold, silver, wheat, barley, dates and salt (rice, sugar, etc.) were used as money, the value of the money was ‘inside’ the money and not ‘outside’. Hence, the Hadīth established ‘money’ in Islam to possess intrinsic value.

Thirdly, money was always located within Allah’s creation in a commodity that was created by Allah Most High, with value assigned to it by Allah Most High Himself. He declared of Himself that He was al-Razzāck, the creator of wealth.

We may now describe money located in the Sunnah to be the following:
• precious metals or other commodities as described above,
• money with intrinsic value,
• money located within Allah’s creation with value assigned to such money by Allah Most High Himself Who is the creator of wealth.

Some scholars of Islam hasten to remind us that the Sunnah is comprised of two parts. The first is that which has come to us from the blessed Prophet but was based on Divine guidance. And the second is that which was based on his own opinion. The Prophet has himself advised his followers in respect of the second that “you are better informed about your worldly affairs.” The implication of this advice was that there was no obligation to follow such Sunnah.

The scholars go on to argue that ‘money’ falls in the second category. As a consequence, they argue, it is perfectly legitimate for Muslims to accept the present system of nonredeemable paper-money in which the Jewish-Christian ruling alliance simply has to print paper as money, assign a fictitious value to it, and in the process become creators of as much wealth as they want. They can then use their currencies to buy anything they want in any part of the world. 

However, when Muslims follow them in this blasphemous activity of creating wealth out of nothing, a suitcase filled with Indonesian Rupiahs or Pakistani Rupees cannot buy even a cup of coffee in Manhattan.
MONEY IN THE QUR’AN AND SUNNAH 
Such scholars of Islam have never declared the present monetary system of non-redeemable paper money to be Harām, and it seems as though they never will. They are, of course, very wrong in their judgement and they will have to face the consequences on the Day of Judgement for that atrocious failure. They do not consider that money in the form of precious metals created by Allah Most High with intrinsic value assigned to them by Allah Himself is firmly grounded in the blessed Qur’ān itself.

Allah Most High referred to a Dinār in this verse of Sūrah Āle ‘Imrān

“Amongst the People of the Scripture (i.e., the Torah) there are those who if entrusted (by a fellow Israelite) with a Qintār (a treasure of money such as a heap of gold coins) for safe-keeping, would return it upon demand. Yet amongst them there are those who if entrusted (by a Gentile, i.e., one who was not an Israelite) with a (single) Dinār (a gold coin) for safe-keeping, would not return it on demand unless the owner were to persist in demanding the return of his property. The reason for this (double standard) is because they argue that the (religious law) placed no obligation on them to be just and fair in their dealings with Gentiles. But they tell a lie against Allah (Most High),
and they know full well (that it is a lie)
.” (Qur’ān, Āle ‘Imrān, 3:75)

He also referred to a Dirham in this verse of Sūrah Yūsuf:

And they sold him for a few measly Dirhams and they did so because they considered him to be of little worth.” (Qur’ān, Yūsuf, 12:20)

In both these verses of the Qur’ān Allah Most High has referred to ‘money’ as ‘gold’ and ‘silver’ coins. A Dinār was a gold coin with intrinsic value, and a Dirham or silver coin, also had intrinsic value. Both are firmly located in Allah’s creation and both possess value assigned to them by Allah Himself Who is the creator of wealth.

There are other verses of the Qur’ān that also refer to gold and silver as wealth, and such wealth could be used as money in the form of gold Dinārs and silver Dirhams:
Beautified for mankind is love of the joys (that come) from women and offspring; and stored-up heaps of gold and silver (i.e., heaps of Dinārs and Dirhams), and horses branded (with their mark), and cattle and land. That is comfort of the life of the world. Allah! With Him is a more excellent abode.” (Qur’ān, Āle ‘Imrān, 3:14)

ِ“Lo! those who disbelieve, and die in disbelief, the (whole) earth full of gold would not be accepted from such an one if it were offered as a ransom (hence as money through which he seeks to ransom his soul). Theirs will be a painful doom and they will have no helpers.” (Qur’ān, Āle ‘Imrān, 3:91)

O ye who believe! Lo! many of the (Jewish) rabbis and the (Christian) monks devour the wealth of mankind wantonly and debar (men) from the way of Allah. They who hoard up gold and silver and
spend it not (this would obviously be in the context of use of gold and silver as money) in the way of Allah, unto them give tidings (O Muhammad) of a painful doom
.” (Qur’ān, al-Tauba, 9:34)

And were it not that (all) men might become of one (evil) way of life, We would provide, for everyone that blasphemes against (Allah) Most Gracious, silver roofs for their houses and (silver) stair-ways on
which to go up, and (silver) doors to their houses, and thrones (of silver) on which they could recline, and also Zukhruf (i.e., gold). But all this were nothing but conveniences of the present life: The
Hereafter, in the sight of thy Lord is for those who fear (Him)
.” (Qur’ān, Zukhruf, 43:33-5)

"And if you wish to have (one) wife in place of another and you have given one of them a Qintār (i.e., a treasure of gold and silver coins), then take not from it anything; would you take it by slandering (her) and (doing her) manifest wrong?” (Qur’ān, al-Nisā, 4:20)

The Qur’ān goes on to reveal the extraordinary news that gold and silver would maintain their status as things of great value in the next world as well. In other words, gold and silver possess a spiritual reality as things of value, in addition to their value in this material world:

Their raiment will be fine green silk embroidered in gold. Bracelets of silver will they wear. Their Lord will quench their thirst with a drink (sparkling) with purity.” [This verse, as well as others that
follow, reveal that gold and silver will remain precious and valuable in the hereafter as well
.]
(Qur’ān, al-Insān, 76:21)

Therein are brought round for them trays of gold and goblets, and therein is all that souls (i.e., hearts) desire and eyes find sweet. And you will abide therein forever.” (Qur’ān, al-Zukhruf, 43:71)

"Then why are not gold bracelets bestowed on him, or (why) come (not) with him angels accompanying him in procession?" [Hence they recognised gold to be precious and that it can be bestowed from above.] (Qur’ān, al-Zukhruf, 43:53)

Gardens of Eternity will they enter: therein will they be adorned with bracelets of gold and pearls; and their garments there will be of silk.” (Qur’ān, al-Fātir 35:33)

ِ“Allah will admit those who believe and work righteous deeds, to Gardens wherein rivers flow: they shall be adorned therein with bracelets of gold and pearls; and their garments there will be of silk.”
(Qur’ān, al-Hajj, 22:23)

For them will be Gardens of Eternity wherein rivers will flow; they will be adorned therein with bracelets of gold, and they will wear green garments of fine silk and heavy brocade: They will recline
therein on raised thrones. How good the recompense! How beautiful a couch on which to recline
!”
(Qur’ān, al-Kahf, 18:31)

"(Even if) you have a house adorned with gold, or you mount a ladder right into the skies, we shall not believe in your mounting (into the skies) until you send down to us a book that we could read." Say:
"Glory to my Lord! Am I aught but a man - a messenger
?" [Thus they recognised gold to be something precious and of great value.] (Qur’ān, al-Isrā, 17:93)

Indeed, the gold Dinār is destined to play a very significant role on Judgement Day itself. In a very long Hadīth, the weight of goodness in a heart, when measured against a Dinār, would be the measure by which people would be taken out of the hell-fire. Here is the relevant passage from the long Hadīth:

Abū Sa'īd al-Khudri reported: When the Day of Resurrection comes a Mu'adhdhin (a proclaimer) would proclaim: “Let every people follow what they used to worship . . . .”
Then their persons would be forbidden to the Fire; and they would take out a large number of people who had been overtaken by Fire up to the middle of the shank or up to the knees. They would then say:
“O our Lord not one of those about whom Thou didst give us command remains in it (in Jahannam)”. He will then say: “Go back and bring out (from the hell-fire) those in whose hearts you find good of the weight of a Dinār.” Then they will take out a large number of people. Then they would say: “O our Lord! We have not left anyone about whom You commanded us.” 

MONEY IN THE QUR’AN AND SUNNAH


He will then say: “Go back and bring out those in whose hearts you find as much as half a Dinār of good.” Then they will take out a large number of people, and would say: “O our Lord! not one of those about whom Thou commanded us we have left in it.” Then He would say: “Go back and in whose heart you find good to the weight of a particle bring him out.” They would bring out a large number of people, and would then say: “O our Lord, now we have not left anyone in it (Hell) having any good in him . . . .” (Sahīh, Muslim)

The above verses of the Qur’ān and the above Hadīth demonstrate that gold and silver were created by Allah Most High with great value bestowed on them, and that such value would survive this mundane world to be retained in the next world as well. The verses also demonstrate that Allah Most High, in His wisdom, created gold and silver to be used, among other things, as money. Whoever is so blind as to challenge this
clear fact should prepare himself to defend his view on Judgement Day.

Money with intrinsic value has today disappeared from the money-system used around the world. The entire Muslim world is also guilty of having abandoned ‘money’ that is firmly grounded in the Qur’ān itself and which is of value even in the hereafter. Muslims have already paid a horrible price for having abandoned that ‘sacred money’ and accepted in its place an utterly fraudulent means of exchange in the form of ‘secular
money’.

Our purpose in this essay is to explain, briefly of course, how and why the disappearance of Sunnah money has occurred. We ask that those who read, understand and agree with the arguments presented in this essay, respond to the following command of Prophet Muhammad (sallalahu ‘alaihi wa sallam):
Abū Sa’īd al-Khudri said: I heard the Messenger of Allah say:
"Whosoever of you sees (anything that is) evil, let him change it with his hand; and if he is not able to do so, then with his tongue; and if he is not able to do so, then with his heart; and that is the weakest (state of) faith."
(Sahīh, Muslim)

Sourch : THE GOLD DINĀR AND SILVER DIRHAM: ISLAM AND THE FUTURE OF MONEY

Imrān N. Hosein
MASJID JĀMI’AH; CITY OF SAN FERNANDO
TRINIDAD AND TOBAGO

Tuhan, di Mana Fatimatuz Zahra Sekarang?

D unia masih mengenangnya. Airmata masih ada yang mengalir
ketika mengingat kebesarannya. Ada rasa malu kalau
membandingkan dengan keadaan kita sekarang. Ada rasa haru
kalau melihat kembali perjuangan-perjuangannya; bagaimana ia dengan penuh
kasih-sayang mengusap darah suaminya seusai perang dan merawatnya penuh
perhatian; bagaimana ia mengambil air sendiri dengan berjalan jauh sampai
membekas di dadanya; dan bagaimana ia menginap di rumah Rasulullah
sementara ‘Ali menggantikan tempat tidur Nabi saat orang kafir Quraisy
mengepung. Malam itu, Rasulullah meninggalkan Makkah dan bersembunyi di
gua Tsaur. Sementara orang kafir mengancam nyawanya.

Fathimah sangat besar perjuangannya. Dia adalah putri dari seorang yang
suci. Dia sendiri suci. Dari rahimnya yang suci, kita pernah mendengar nama
Al-Hasan dan Al-Husain yang ikut bersama kakeknya ketika akan melakukan
mubahalah (perang doa) dengan pendeta Bani Najran. Ia juga melahirkan
Zainab yang kelak harus meninggalkan Mesir. Dari keturunan Zainab inilah
kelak Imam Syafi’I mendapat tempat dan perlindungan. Juga membuka
pesantrennya.

Hari ini adalah hari Jum’at. Bulannya Dzulhijjah. Tahun 1417 hijriyah.
Bulan haji. Bulan ketika orang memotong leher kambing dan sapi, tepat pada
tanggal 10. Sama seperti tahun itu, ketika orang-orang Kufah memintanya
menjadi khalifah dan mereka siap berbai’at kepadanya. Tanggal 10 Dzulhijjah
tahun itu, kaum muslimin juga menyembelih leher kambing kibasy.

Tetapi sebulan berikutnya, dunia tidak akan pernah melupakan. Jika pada
tanggal 10 Dzulhijjah orang-orang Islam bergembira ketika memotong leher
kambing dan onta, hari itu hati yang bersih menjerit menangis ketika penguasa
yang zalim memotong leher orang yang paling dicintai Rasulullah Saw.. Jika
dulu Fathimah Az-Zahra membukakan pintu kepada Rasulullah ketika akan
menemui Al-Husain, hari itu para wanita segera menutup wajahnya dengan
niqab untuk menyembunyikan keperihan hatinya ketika melihat kepala Al-
Husain diarak. Jika dulu Rasulullah sering mendekap dan menciumnya, hari
itu wajah yang sering didoakan Rasulullah itu dihinakan. Bahkan ketika sudah
menjadi mayat, giginya masih diantuk-antuk dengan ujung pedang. Padahal,
jenazah orang kafir saja kita disuruh menghormati.

Akan tetapi Al-Husain justru harum dengan darahnya. Sama seperti
airmata Zainab yang menyelamatkan ‘Ali Ausath, satu-satunya putra Al-
Husain yang masih tersisa dari pembantian. Airmata itu sampai sekarang tetap
mengalir di dada kaum muslimin yang tahu hak mereka, bercampur dengan
darah Al-Husain yang harum.

Pelajaran kadang memang harus pahit. Namun peristiwa di tanah duka
(Karbala) itu rasanya terlalu pahit. Hanya Al-Husain yang sanggup memikul
kemuliaan itu. Kita yang mencintai leher kita, apalagi kita masih mencintai
sapu tangan dan keramik unik, tidak cukup layak untuk mendapatkan
kehormatan. Alangkah tingginya Al-Husain dan keturunannya. Alangkah
jauhnya kita darinya. Lantas, apakah masih ada alasan untuk bersombong di
hadapan kemuliannya?

Kita memang terlalu jauh dari derajat Al-Husain. Bahkan untuk layak
disebut sebagai golongan yang mencintainya saja, entah layak entah tidak.
Sekadar meniru An-Nasa’I saja, saya belum yakin kita mempunyai cukup
keberanian dan ketegaran. Sekarang, tangan kita lecet sedikit saja sudah
membuat wajah kita muram dan mulut meringis. Padahal An-Nasa’i merelakan
nyawanya demi kecintaannya. Sama seperti Imam Ahmad ibn Hanbal yang
bersedia dipukuli penguasa. Sama seperti Imam Syafi’i yang konon adalah
imam kaum muslim Indonesia, sebab mayoritas umat Islam Indonesia
bermadzab Syafi’iyah meskipun kadang masih mencela orang yang
melaksanakan qaul (pendapat hasil ijtihad) Imam Syafi’i.1 Dan kita tahu,
mereka semua adalah ulama-ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah.

Ah, sudahlah. Dengan rasa malu atau tidak sama sekali, kita harus
mengakui betapa jauhnya kita dari orang-orang terdahulu. Sangat jauh.

Meskipun demikian, masih ada yang dapat kita ambil. Kita dapat melihat
kembali sebagian kecil teladan Fathimatuz Zahra sehingga mempunyai
keturunan yang mulia sampai generasi-generasi yang jauh sesudahnya,
termasuk Syaih ‘Abdul Qadir Al-Jailani2 maupun Sayyid ‘Abdullah Haddad.

Keteladanan Fathimatuz Zahra mencakup kedekatan kepada Allah,
kuatnya dalam menegakkan shalat malam, khusyuknya dalam berzikir,
kesetiaannya yang sangat luar biasa kepada suami, serta kuatnya kecintaan dan
perhatian kepada anak-anaknya. Hari ini, insya-Allah kita akan mencoba
melihat bagaimana Fathimah Az-Zahra mendidik dan membesarkan putraputrinya.
Sedangkan keteladanan lain, silakan periksa sendiri. Tentu saja,
membicarakan Fathimah Az-Zahra radhiyallahu ‘anha tidak bisa lepas dari
pembicaraan mengenai suaminya ‘Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhahu
dan ayahnya Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
---
Kepada anak-anak perempuannya,
Fathimah mengajarkan keberanian,
pengorbanan, keteguhan,
dan tidak takut kepada orang lain.

---
Imam Nawawi al-Bantani (Al-Jawi) pernah menuliskan keagungan
Fathimah Az-Zahra ketika berbicara masalah hak dan kewajiban suami-istri.
Berikut ini saya kutip dari Uqudul Lujain karya Imam Nawawi Al-Bantani.

Suatu hari Rasulullah Saw. Menjenguk Az-Zahra. Ketika itu ia sedang
membuat tepung dengan alat penggiling sambil menangis.
“Kenapa menangis, Fathimah?” Tanya Rasulullah, “Mudah-mudahan
Allah tidak membuatmu menangis lagi.”

“Ayah,” Fathimah menjawab, “aku menangis hanya karena batu
penggiling ini, dan lagi aku hanya menangisi kesibukanku yang silih berganti.”

Rasulullah kemudian mengambil tempat duduk di sisinya, kata Abu
Hurairah. Fathimah berkata, “Ayah, demi kemuliaanmu, mintakan kepada ‘Ali
supaya membelikan seorang budak untuk membantu pekerjaan-pekerjaanku
membuat tepung dan menyelesaikan pekerjaan rumah.”

Setelah mendengar perkataan putrinya, Rasulullah bangkit dari tempat
duduknya dan berjalan menuju tempat penggilingan. Beliau memungut
segenggam biji-bijian gandum dimasukkan ke penggilingan. Dengan membaca
bismillahir rahmanir rahim maka berputarlah alat penggiling itu atas ijin
Allah. Beliau terus memasukkan biji-bijian itu sementara alat penggiling terus
berputar sendiri, sambil memuji Allah dengan bahasa yang tidak dipahami
manusia. Ini terus berjalan sampai biji-bijian itu habis.

Rasulullah Saw. berkata kepada alat penggiling itu, “Berhentilah atas ijin
Allah. Seketika alat pengiling pun berhenti. Beliau berkata sambil mengutip
ayat Al-Qur’an, Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak pernah
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya, dan mereka selalu
mengerjakan segala yang diperintahkan
.” (QS. At-Tahrim: 6).

Merasa takut jika menjadi batu yang kelak masuk neraka, tiba-tiba batu
itu bisa berbicara atas ijin Allah. Ia berbicara dengan bahasa Arab yang fasih.
Batu itu berkata, “Ya, Rasulallah. Demi Dzat yang Mengutusmu dengan hak
menjadi Nabi dan Rasul, seandainya engkau perintahkan aku untuk menggiling
biji-bijian yang ada di seluruh jagat Timur dan Barat, pastilah akan kugiling
semuanya.”

Dan aku mendengar pula, kata Abu Hurairah yang meriwayatkan kisah
ini, nahwa Nabi Saw. bersabda, “Hai Batu, bergembiralah kamu.
sesungguhnya kamu termasuk batu yang kelak dipergunakan untuk
membangun gedung Fathimah di surga.”

Seketika itu, batu penggiling itu bergembira dan berhenti.

Nabi Saw. bersabda kepada putrinya, Fathimah Az-Zahra, “Kalau Allah
berkehendak, hai Fathimah, pasti batu penggiling itu akan berputar sendiri
untukmu. Tetapi Allah berkehendak mencatat kebaikan-kebaikan untuk dirimu
dan menghapus keburukan-keburukanmu, serta mengangkat derajatmu
.

Hai Fathimah, setiap istri yang membuatkan tepung untuk suami dan
anak-anaknya, maka Allah mencatat baginya memperoleh kebajikan dari setiap
butir biji yang tergiling, dan menghapus keburukannya, serta mengangkat
derajatnya.

Hai Fathimah, setiap istri yang berkeringat di sisi alat penggilingnya
karena membuatkan bahan makanan untuk suaminya, maka Allah menjauhkan
antara dirinya dan neraka sejauh tujuh hasta.


Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut anak-anaknya dan
menyisirkan rambut dan mencucikan baju mereka, maka Allah mencatatkan
untuknya memperoleh pahala seperti pahala orang yang memberi makan seribu
orang yang sedang kelaparan dan seperti orang yang memberi pakaian seribu
orang yang telanjang.

Hai Fathimah, setiap istri yang mencegah kebutuhan tetangganya, maka
Allah kelak akan mencegahnya (tidak memberi kesempatan baginya) untuk
minum dari telaga Kautsar pada hari kiamat.

Hai Fathimah, tetapi yang lebih utama dari semua itu adalah keridhaan
suami terhadap istrinya. Sekiranya suamimu tidak meridhaimu, tentu aku tidak
akan mendoakan dirimu.

Bukankah engkau mengerti, Hai Fathimah, bahwa ridha suami itu bagian
dari ridha Allah, dan kebencian suami merupakan bagian dari kebencian
Allah.


Hai Fathimah, manakala seorang istri mengandung, maka para malaikat
memohon ampun untuknya, setiap hari dirinya dicatat memperoleh seribu
kebajikan, dan seribu keburukannya dihapus. Apabila telah mencapai rasa sakit
(menjelang melahirkan) maka Allah mencatatkan untuknya memperoleh
pahala seperti pahala orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Apabila telah
melahirkan, dirinya terbebas dari dosa seperti keadaannya setelah dilahirkan
ibunya.

Hai Fathimah, setiap istri yang melayani suaminya dengan niat yang
benar, maka dirinya terbebas dari dosa-dosanya seperti pada hari dirinya
dilahirkan ibunya. Ia tidak keluar dari dunia (yakni mati) kecuali tanpa
membawa dosa. Ia menjumpai kuburnya sebagai pertamanan surga. Allah
memberinya pahala seperti seribu orang yang berhaji dan berumrah, dan seribu
malaikat memohonkan ampunan untuknya hingga hari kiamat.

Setiap istri yang melayani suaminya sepanjang hari dan malam hari
disertai hati yang baik, ikhlas, dan niat yang benar, maka Allah akan
mengampuni dosanya. Pada hari kiamat kelak dirinya diberi pakaian
berwarna hijau, dan dicatatkan untuknya pada setiap rambut yang ada di
tubuhnya dengan seribu kebajikan, dan Allah memberi pahala kepadanya
sebanyak seratus pahala orang yang berhaji dan berumrah.


Hai Fathimah, setiap istri yang tersenyum manis di muka suaminya, maka
Allah memperhatikannya dengan penuh rahmat.

Hai Fathimah, setiap istri yang menyediakan diri tidur bersama suaminya
dengan sepenuh hati, maka ada seruan yang ditujukan kepadanya dari langit.
‘Hai wanita, menghadaplah dengan membawa amalmu. Sesungguhnya Allah
telah mengampuni dosa-dosamu yang berlalu dan yang akan datang.


Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut suaminya, demikian
pula jenggotnya, memangkas kumis dan memotong kuku-kukunya, maka kelak
Allah akan memberi minum kepadanya dari rahiqim makhtum (tuak jernih
yang tersegel) dan dari sungai yang ada di surga. Bahkan kelak Allah akan
meringankan beban sakaratul maut. Kelak ia akan menjumpai kuburnya
bagaikan taman surga. Allah mencatatnya terbebas dari neraka dan mudah
melewati sirath (titian).

Mihrab Agung Orang-orangTercinta

Lima orang anak yang dikaruniakan Allah Swt. Kepada Az-Zahra, yaitu
Hasan, Husain, Zainab, Ummu Kultsum, dan Muhsin --yang meninggal
keguguran ketika masih berupa janin dalam rahim sucinya. Ummu Kultsum
kelak dinikahi oleh Umar bin Khaththab karena keinginan Umar yang kuat
untuk bersambung ikatan darah dengan Rasulullah.

Fathimah Az-Zahra mendidik sendiri dua putra dan dua putri yang
diamanahkan Allah Swt. kepadanya. Ia susui anak-anaknya dengan air susunya
sendiri. Ia rawat anak-anaknya dengan tangannya sendiri.

Ia memilih untuk mendekap anaknya sendiri, meskipun kepayahan
bekerja dan ada orang yang mau menggantikan, karena ibulah yang bisa
menyayangi anaknya, bukan orang lain --termasuk baby-sitter. Padahal
sekarang ibu-ibu muda kadang memilih untuk bisa makan dengan tenang dan
enak, sedangkan menggendong anak biar dikerjakan oleh baby-sitter.

Mari kita dengarkan cerita dari Bilal, muadzin Rasulullah:
“Saya melewati Fathimah yang sedang menggiling,” kata Bilal,
“sementara anaknya menangis.”

“Saya berkata kepadanya,” kata Bilal melanjutkan. “Jika engkau mau, biar
aku yang memegang gilingan dan engkau memegang anak itu. Atau, aku yang
memegang anak itu dan engkau memegang gilingan.”

Ia berkata, “Aku lebih dapat mengasihi anakku daripada engkau.”

Sebagaimana istrinya, Sayyidina Ali juga menolak orang membawakan
makanan yang akan diberikan kepada anaknya (masyaAllah, betapa hatihatinya
beliau menjaga kebarakahan). Shalih, seorang pedagang pakaian
pernah mendapat cerita dari neneknya, “Saya melihat Ali karamallahu
wajhahu membeli kurma dengan harga satu dirham, lalu beliau membawanya
dibungkus selimut. Saya berkata kepadanya atau seseorang berkata kepadanya,
‘Saya yang akan membawanya, wahai Amirul Mukminin.’ Beliau berkata,
‘Jangan! Kepala keluarga lebih berhak membawanya.’”

Kisah ini disampaikan oleh Imam Bukhari. Jabatan Imam Ali saat itu
adalah khalifah, Amirul Mukminin. Pada masa sekarang, jabatan itu lebih
tinggi daripada presiden atau raja sebuah negara, sebab kekuasaannya meliputi
negeri-negeri lain. Tetapi untuk membawakan makanan anak, Amirul
Mukminin tidak mau menyerahkan kepada orang lain.

Jabir Al-Anshari menceritakan bahwa Nabi melihat Fathimah sedang
menggiling dengan kedua tangannya sambil menyusui anaknya. Maka
mengalirlah airmata Rasulullah.

“Anakku,” katanya, ”engkau menyegerakan kepahitan dunia untuk
kemanisan akhirat.”

Fathimah mengatakan, “Ya Rasulallah, segala puji bagi Allah atas
nikmat-Nya, dan pernyataan syukur hanyalah untuk Allah atas karunia-Nya.”

Lalu Allah menurunkan ayat, “Dan kelak Tuhanmu pasti akan
memberimu karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.”

Kepada anak-anak perempuannya, Fathimah mengajarkan keberanian,
pengorbanan, keteguhan, dan tidak takut kepada orang lain sejauh ia berdiri di
atas kebenaran. Sehingga kita mendapati, dalam situasi yang penuh ketakutan
dan leher sewaktu-waktu bisa terputus, Zainab masih bisa menghadap Ibnu
Ziyad dengan penuh ketegaran. Kesedihan yang teramat sangat ketika hampir
semua saudara, kemenakan, sanak-kerabat, dan sahabat menjadi mayat
berserakan, tidak membuatnya kehilangan keberanian dan ketegaran untuk
mengatakan apa yang seharusnya dikatakan. Mengatakan kebernaran.

Ketika Ibnu Ziyad menghina Zainab dengan perkataan, “Puji Tuhan yang
telah mempermalukan dan menyingkap dusta kalian. Puji Tuhan yang telah
mengobati rasa dendam dan kesumatku kepada saudaramu.”; Zainab
menjawab dengan tegar, tanpa rasa takut. “Puji Tuhan yang telah
menganugerahi kami keutamaan syahadah. Puji Tuhan yang telah menetapkan
kenabian pada keluarga kami. Kekalahan dan kenistaan adalah milik kalian
wahai orang-orang zalim dan fasik. Syahadah adalah kebanggaan, bukan
kenistaan. Orang-orang zalimlah yang suka berbohong, bukan kami. Kami ahli
hakikat. Semoga Tuhan mencabut nyawamu, wahai anak marjanah!”

Ibnu Ziyad dan orang-orang yang hadir kaget mendengar kata
“marjanah”, wanita lacur. Ibnu Ziyad sangat tertampar dengan kata itu,
sehingga ia berkata, “sudah begini kalian masih berani angkat suara.”

Ibnu Ziyad mengambil kesempatan bicara dengan ‘Ali Ausath, kelak
dikenal dengan gelar ‘Ali Zainal ’Abidin. Dia pun memberi jawaban yang tak
kalah pedasnya dengan Zainab, padahal dia masih sangat kecil (bandingkan
dengan anak TPG/TPA sekarang). Kemudian Ibnu Ziyad memanggil algojo,
tukang jagal manusia, untuk memotong kepala ‘Ali Zainal ’Abidin. Tiba-tiba
Zainab bangkit dan memeluk ‘Ali Zainal ’Abidin dengan erat sambil
mengatakan, “Demi Allah, lehernya tidak akan terpenggal sebelum kalian
penggal leherku terlebih dulu.”

Ibnu Ziyad memandang Zainabdengan heran dan berkata, “Alangkah
kuatnya rahim mempererat mereka.”

Inilah Zainab, hasil didikan madrasah suci bernama Fathimatuz Zahra.
Semenjak kecil mereka dididik oleh ibu yang sangat kuat kasih sayangnya.
Dari Az-Zahra juga, mereka belajar pengorbanan.

Mereka belajar banyak tentang pengorbanan dari ibu mereka, Fathimah
Az-Zahra, dan ayah mereka, ‘Ali karamallahu wajhahu. Ada kisah
pengorbanan mereka yang kemudian menjadi sebab turunnya surat Al-Insaan (76) ayat 8-9.

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin,
anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan
kepadamu hanyalah untuk mendapat ridha Allah. Kami tidak mengharapkan
balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih
.” (QS. Al-Insaan:8-9).

Ketika itu Hasan dan Husain sedang dalam keadaan sakit. Rasulullah
ditemani oleh beberapa sahabat, datang menjenguk mereka. Rasulullah
menyarankan kepada ‘Ali untuk mengucapkan janji (bernazar) kepada mereka
itu. Semua anggota keluarga, termasuk Fathimah, ‘Ali dan Fazzah, pembantu
mereka, mengucapkan janji kepada Allah untuk menjalankan puasa selama
tiga hari bila putra-putra ‘Ali sembuh dari sakit.

Ketika mereka sembuh, puasa pun dimulai. Tetapi mereka tidak memiliki
apa-apa untuk berbuka puasa. ‘Ali kemudian meminjam tiga sha’ gandum dari
seorang Yahudi di Khaibar bernama Syam’un.

Fathimah memegang lima keping roti dengan sepertiga bagian gandum itu
dan meletakkan di atas meja makan saat berbuka puasa. Pada saat hendak
berbuka puasa, seorang pengemis mengetuk pintu dan meminta makanan
sambil berkata, “Tolonglah aku, semoga Allah memberimu makan dengan
makanan surga.” Keluarga itu pun memberikan makanan mereka dan berbuka
hanya dengan air.

Hari berikutnya mereka masih berpuasa. Sekali lagi lima keping roti
dipersiapkan. Kini, seorang anak yatim mengetuk pintu untuk meminta
makanan. Keluarga itu sekali lagi memberikan makanan mereka kepada anak
yatim itu. Pada hari ketiga datang tawanan menjelang saat berbuka. Mereka
melakukan hal yang sama.

Pada hari ketiga, ‘Ali membawa anak-anaknya ke rumah Rasulullah.
Melihat keadaan cucu-cucunya, beliau menjadi sedih dan berkata, “betapa
susah bagiku melihat kalian dalam keadaan yang sulit ini.”
Lalu beliau mengajak mereka kembali ke rumah Fathimah. Ketika tiba di
sana, Fathimah sedang berdo’a, sementara kondisi tubuhnya sedang dalam
keadaan lemah dan matanya begitu sayu.

Melihat ini, Rasulullah Saw. menjadi bertambah sedih. Pada waktu itu,
malaikat Jibril datang kepada beliau dan mengatakan, “Terimalah hadiah dari
Allah ini. Allah mengirimkan ucapan selamat bagimu karena memiliki
keluarga yang begitu mulia.”

Lalu Jibril membacakan kepada Rasulullah surat Al-Insaan (Hal Ata).
Inilah Fathimah, ibu yang mendidik anak-anaknya dengan kesabaran dan
kelembutan luar biasa itu. Ia menanamkan ke dada anak tauhid dan kesediaan
untuk berdarah-darah.

Fathimah, kata Soraya Maknun, mendidik seorang anak perempuan
seperti Zainab seorang wanita yang terpelajar, bijaksana dan terhormat, yang
kata-katanya dapat menenangkan saudaranya yang tak berdosa pada saat-saat
kritis di senja bulan Asyura’ (Muharram). Inilah wanita yang emosinya sangat
matang.

Kisah Fathimah Az-Zahra akan lebih panjang lagi kalau diteruskan. Dan
makalah ini tidak cukup untuk menuliskan. Oleh karena itu, kita sudahi dulu.

Sebagai penutup, saya sampaikan kisah singkat. Hasan dan Husain, kata
Abu Hurairah, bergulat. Lalu Rasulullah Saw. berkata, “Ayo Hasan!”

Maka Fathimah mengatakan, “Wahai Rasulullah, engkau mengatakan
‘ayo Hasan’, padahal dia lebih besar.”

Maka Rasulullah menjawab, “Aku mengatakan ‘Ayo Hasan’ dan malaikat
Jibril mengatakan ‘Ayo Husain.”

Sambil bermain-main dengan Hasan, Fathimah mengajarkan kepada
anaknya dengan mengatakan :

Jadilah seperti ayahmu, wahai Hasan
Lepaskan tali kendali yang membelenggu kebenaran
Sembahlah Tuhan yang memiliki anugerah
Janganlah kau bantu orang yang memiliki dendam


Saya tidak tahu apakah kita bisa meneladani Fathimatuz Zahra, sedangkan
tingkatan kita masih seperti ini. Jauh sekali.

Tetapi saya berharap pembicaraan ini ada manfaatnya. Setidaknya
mengajari kita rasa malu, untuk tahu diri. Kalau kita sudah merasa berkorban
dan berjasa, sebandingkah dengan pengorbanan Az-Zahra dan keluarganya?
Satu hal, tulisan ini adalah do’a. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan
kepada kita keturunan yang penuh barakah dan Allah mengaruniakan kepada
mereka barakah, sampai yaumil-qiyamah. Semoga Allah mengaruniakan pada
kita keluarga yang penuh barakah dan Allah melimpahkan barakah kepada
kita.

Mudah-mudahan kita yang hadir saat ini dikumpulkan bersama
Rasulullah Muhammad Saw. di Al-Haudh. Allahumma amin.
Allahu A’lam bishawab.*





Catatan Kaki:

1. Menurut pendapat Imam Syafi’i, wanita wajib mengenakan cadar.
Sekarang jangankan bercadar, ada yang berjubah panjang dan berjilbab
menjulur saja sering sudah dianggap berlebihan dan sok alim. Saya
sering sedih jika mendengar komentar bernada cemooh dari mereka yang
mengerti betul qaul-qaul fiqih dan menganggap mereka eksklusif.
Kado Pernikahan 350
Sungguh, mereka adalah saudara-saudara kita yang belajar menjadi
muslimah yang baik.

2. Syaikh ‘Abdul Qadir Jailani termasuk ulama sufi yang terpercaya.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah menulis, “Adapun para imam kaum Sufi
serta para syaikh terdahulu yang terkenal seperti Al-Junaid bin
Muhammad beserta pengikut-pengikutnya, juga seperti Abdul Qadir Al-
Jailani dan orang-orang semisalnya, maka mereka adalah termasuk orang
yang paling memperhatikan perintah dan larangan, termasuk orang yang
paling sering mewasiatkan (kepada murud-muridnya) untuk mengikuti
yang demikian itu, dan paling sering mengingatkan agar mereka jangan
berjalan bersama (memikir-mikirkan) takdir, sebagaimana pengikutpengikut
berikutnya berjalan mengikuti mereka.”
Lebih lanjut silakan periksa Qadha’ dan Qadar (Mantiq, Solo, 1996),
bagian dari Majmu’atur Rasail Liibni Taimiyyah.

3. Imam Nawawi Al-Bantani adalah syaikh Muhammad Ibnu Umar An-
Nawawi, ulama asal Banten Jawa Barat yang hidup di Arab pada
masanya dan banyak menulis kitab.
Bukan Imam Nawawi penulis kitab Al-Adzkaar dan Syarah Shahih
Muslim.

4. Saya tidak menemukan catatan mengenai kedudukan hadis ini. Wallahu
‘Alam Bishawab.

5. Tulisan ini semula merupakan makalah yang saya sampaikan pada acara
Diskusi Psikologi Anak di Pondok Pesantren (putri) Al-Munawwir,
Krapyak, Yogyakarta, 11 April 1997. Kemudian diperbaiki untuk diskusi
KMIS Fakultas Sastra UGM, 26 April 1997 dan acara Studium General
Training Kemuslimahan yang diselenggarakan oleh KSAI, 10 April
1998.

6. Persoalan yang paling sulit yang sering tidak bisa dielakkan oleh
orangtua adalah perasaan berjasa terhadap keberhasilan anak, di samping
rasa bangga. Halimah, ibu yang melahirkan Emha Ainun Najib,
menasehatkan agar orangtua tidak berani memiliki rasa bangga jika
anaknya mulai berhasil. Sebaliknya, perlu belajar terus-menerus, terusmenerus.
Pada tingkat ini saja --belum tingkatan Fathimah Az-Zahra-- sudah
penuh tanda tanya, bisakah kita meniru, meskipun cuma sedikit?


Sumber: Pdf  Kado Pernikahan

Obral Cinta

Obral Cinta, gombal, pemberi harapan palsu
"Cinta, jangan gitu dong sama adeknya, ya gadisku..." ia berkata seperti itu ketika
melihat anak sulungnya 'mengganggu' sang adik.

"Cintaku, mau diseduhkan teh hangat?" tatap matanya penuh sayang, memancar kasih
sambil bibir mengulas senyum, ketika ia menawarkan minum teh kepada suaminya.

"Hello boy, kasep, mama ngaji dulu, ya sayang..." begitu ujarnya ketika sang bayi, putra
bungsunya yang baru berusia enam bulan merengek-rengek.

"Pinjamkan mainannya ke Adek, main sama-sama ya, cinta. Naaah, begitu dong, good girl..." katanya ketika mendamaikan 'keributan' antara anaknya dan teman anaknya yang sama-sama balita.

Sejuk, tentram, teduh rasanya ketika mendengar dan menyaksikan langsung bagaimana teman saya 'mengobral kata-kata cinta' dalam obrolan, celetukan, komunikasi sehari-harinya. Mereka keluarga muslim muda yang tampak harmonis kehidupan rumah tangganya. Saya tergelitik ingin tahu resep harmonis rumah tangganya dan ketika saya perhatikan ternyata hal-hal yang nampak 'sepele' seperti yang telah saya uraikan di atas adalah salah satu kuncinya. 

Saling memanggil dengan panggilan sayang, saling memandang istri atau suami dengan mata berbinar-binar dan penuh cinta, aaahh...indahnya. Bukankah Islam memang mengajarkan demikian?
Sebenarnya bukan hal baru mengekspresikan bahasa verbal dan bahasa tubuh dengan ungkapan dan tingkah laku kasih sayang karena Rasulullah saw sendiri telah mencontohkan dengan indahnya kala ia memanggil Aisyah r.a dengan "Humaira" (Yang mukanya kemerah-merahan-- red) kala beliau mengajak bercanda Aisyah, kala beliau bermain-main dengan cucunya Hasan dan Husain, dan lain-lain. Namun, pada kenyataannya, apakah ini telah membudaya di kalangan keluarga-keluarga muslim? Sehingga ekspresi verbal dan bahasa tubuh yang penuh sayang dan cinta menjadi kebiasaan yang keluar secara spontan.

Mungkin masih banyak di antara kita (keluarga muslim) yang merasa kaku, jengah, aneh ketika 'mengobral
Obral Cinta, gombal, pemberi harapan palsu
cinta' pada istri, suami atau anaknya. Atau bahkan ada yang merasa tak perlu samasekali dengan alasan "ah, sudah tak muda lagi" atau " ah, nikahnya sudah lama, bukan pengantin baru lagi " atau " ah, saya bukan pujangga, kaku lidah saya jika harus berpuitis ria". Akhirnya mungkin pernikahan pun terasa berjalan lambat, hambar dan biasa-biasa saja. Rutinitas keseharian yang dilakukan terasa membosankan padahal jika saja mencoba menerapkan 'obral cinta' sedikit demi sedikit dan perlahan insya Allah tak perlu keluar biaya mahal demi untuk menciptakan suasana harmonis dalam rumah tangga kita.

Realita yang terjadi malah sebaliknya. Kaum muda mudi yang berpacaran (sebelum nikah) yang justru banyak 'mengobral cinta'. Matanya, telinganya, kata dan tingkah polahnya, semua mengumbar cinta. Mereka ciptakan nuansa-nuansa syahdu, berasyik masyuk serasa dunia hanya milik berdua, ada canda dalam setiap perjumpaan, ada sms cinta, ada chatting cinta, padahal belum lagi menikah.

Bukankah seharusnya saya yang telah menikah yang lebih banyak mempraktekkan gaya 'mengumbar cinta' anak muda masa kini dalam pernikahan yang saya jalani? Karena pernikahanlah yang menghalalkan hubungan lawan jenis, lelaki dan perempuan. Jika sebelum menikah diperintahkan menjaga pandangan, menjaga pendengaran, menjaga kata-kata, menjaga nafsu syahwat terhadap lawan jenis maka setelah menikah semua
menjadi boleh untuk istri atau suami kita. Bahkan perlu karena istri atau suami adalah orang terdekat yang paling berhak mendapatkan tumpahan kasih sayang dari kita sebagai orang yang telah Allah takdirkan menjadi pendampingnya.

Tentu saja mempraktekkannya perlahan karena mungkin sebagian kita belum terbiasa, bahkan mungkin ada yang masih harus 'belajar' namun tak ada salahnya (insyaallah tak ada salahnya karena Rasulullah yang mulia pun mencontohkannya) dicoba dan dibiasakan. Mudah-mudahan suatu hari nanti menjadi budaya dalam keluarga kita dan syukur-syukur jika bisa membudaya juga dikalangan teman, tetangga atau masyarakat kita.

Yuk, 'obral cinta' untuk suami, istri dan anak-anak kita...
Semoga Allah ridha dengan kasih sayang kita luahkan pada anak, istri atau suami kita, amin

Al'afwu minkum wastaghfirullahal'adziim
Ummu Nida
Yang tengah belajar 'mengobral cinta' pada suami dan anak...
Teh Ami, hatur nuhun...
>>
Hak cipta selamanya oleh Allah © Subhanahu wa Ta'ala
Semua materi dapat disalin dan disebarkan  www.prayoga.net

Kitab Zakat dan sedekah

1. Tidak ada kewajiban zakat budak dan kuda bagi seorang muslim
  • Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri: ia berkata:
    Dari Nabi, beliau bersabda: Tidak ada zakat pada hasil bumi yang kurang dari lima Wasaq (tiga ratus sha'), tidak ada zakat pada unta yang kurang dari lima ekor, tidak ada zakat pada perak yang kurang dari lima uqiyah. (Shahih Muslim No.1625)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada kewajiban zakat budak dan kuda bagi seorang muslim. (Shahih Muslim No.1631)
2. Tentang mendahulukan zakat dan keengganan mengeluarkannya
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. mengutus Umar untuk menarik zakat. Lalu dikatakan bahwa Ibnu Jamil, Khalid bin Walid dan Abbas, paman Nabi saw. enggan mengeluarkan zakat. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Penolakan Ibnu Jamil tidak lain hanyalah pengingkaran terhadap nikmat, dahulu ia melarat, lalu Allah menjadikannya kaya. Adapun Khalid, maka kalianlah yang menganiaya Khalid. Dia telah mewakafkan baju besi dan peralatan perangnya pada jalan Allah. Sedangkan Abbas, maka zakatnya menjadi tanggunganku begitu pula zakat semisalnya. Kemudian beliau bersabda: Hai Umar, tidakkah engkau merasa bahwa paman seseorang itu mewakili ayahnya?. (Shahih Muslim No.1634)
3. Zakat fitrah wajib atas orang-orang muslim, berupa kurma dan gandum
  • Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadan kepada manusia, yaitu satu sha` (gantang) kurma atau satu sha` gandum atas setiap muslim, merdeka atau budak, lelaki maupun wanita. (Shahih Muslim No.1635)
  • Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
    Kami selalu mengeluarkan zakat fitrah satu sha` makanan atau satu sha` gandum atau satu sha` kurma atau satu sha` keju atau satu sha` anggur. (Shahih Muslim No.1640)

    Kitab Zakat
4. Perintah mengelurkan zakat fitrah sebelum salat ied
  • Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. memerintahkan agar zakat fitrah diberikan sebelum manusia berangkat untuk salat Ied. (Shahih Muslim No.1645)
5. Dosa orang yang enggan membayar zakat
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Setiap pemilik emas atau perak yang tidak mau memenuhi haknya (tidak mau membayar zakat), pada hari kiamat pasti ia akan diratakan dengan lempengan-lempengan bagaikan api, lalu lempengan-lempengan itu dipanaskan di neraka Jahanam, kemudian lambungnya diseterika dengan lempengan itu, juga dahi dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu mendingin, akan dipanaskan kembali. Hal itu terjadi dalam sehari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun. Hal ini berlangung terus sampai selesai keputusan untuk tiap hamba. Lalu ditampakkan jalannya, ke surga atau ke neraka. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan unta? Rasulullah saw. bersabda: Begitu pula pemilik unta yang tidak mau memenuhi haknya. Di antara haknya adalah (zakat) susunya pada waktu keluar. Pada hari kiamat, pasti unta-unta itu dibiarkan di padang terbuka, sebanyak yang ada, tidak berkurang seekor anak unta pun dari unta-untanya itu. Dengan tapak kakinya, unta-unta itu akan menginjak-injak pemiliknya dan dengan mulutnya, mereka menggigit pemilik itu. Setelah unta yang pertama telah melewatinya, maka unta yang lain kembali kepadanya. Ini terjadi dalam satu hari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun, sampai selesai keputusan untuk tiap hamba, ke surga atau ke neraka.

    Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan sapi dan kambing? Rasulullah saw. bersabda: Demikian juga pemilik sapi dan kambing yang tidak mau memenuhi hak sapi dan kambing miliknya itu. Pada hari kiamat, tentu sapi dan kambing itu akan dilepas di suatu padang yang rata, tidak kurang seekor pun. Sapi-sapi dan kambing-kambing itu tidak ada yang bengkok, pecah atau hilang tanduknya. Semuanya menanduk orang itu dengan tanduk-tanduknya dan menginjak-injak dengan tapak-kaki tapak-kakinya. Setiap lewat yang pertama, maka kembalilah yang lain. Demikian terus-menerus dalam satu hari yang sama dengan lima puluh ribu tahun, sampai selesai keputusan untuk tiap hamba, ke surga atau ke neraka.

    Ditanyakan: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan kuda? Beliau bersabda: Kuda itu ada tiga macam; menjadi dosa bagi seseorang, menjadi tameng bagi seseorang dan menjadi ganjaran bagi seseorang. Adapun kuda yang menjadi dosa bagi seseorang adalah kuda yang diikat dengan maksud pamer, bermegah-megahan dan memusuhi penduduk Islam, maka kuda itu bagi pemiliknya merupakan dosa. Adapun yang menjadi tameng bagi seseorang adalah kuda yang diikat pemiliknya untuk berjuang di jalan Allah, kemudian pemilik itu tidak melupakan hak Allah yang terdapat pada punggung dan leher kuda, maka kuda itu menjadi tameng bagi pemiliknya (penghalang dari api neraka).

    Adapun kuda yang menjadi ganjaran bagi pemiliknya adalah kuda yang diikat untuk berjuang di jalan Allah, untuk penduduk Islam pada tanah yang subur dan taman. Maka sesuatu yang dimakan oleh kuda itu pada tanah subur atau taman tersebut, pasti dicatat untuk pemiliknya sebagai kebaikan sejumlah yang telah dimakan oleh kuda dan dicatat pula untuk pemiliknya kebaikan sejumlah kotoran dan air kencingnya. Bila tali pengikat terputus, lalu kuda itu membedal, lari sekali atau dua kali, maka Allah akan mencatat untuk pemiliknya kebaikan sejumlah langkah-langkah dan kotoran-kotorannya. Dan jika pemilik kuda itu melewatkan kudanya pada sungai, kemudian kuda itu minum dari air sungai tersebut, padahal ia tidak hendak memberi minum kudanya itu, maka Allah pasti mencatat untuknya kebaikan sejumlah apa yang telah diminum kudanya.

    Ditanyakan: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan keledai? Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada wahyu yang diturunkan kepadaku tentang keledai kecuali satu ayat yang unik dan menyeluruh ini: Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat balasannya. (Shahih Muslim No.1647)
6. Hukuman keras bagi orang yang tidak mau membayar zakat
  • Hadis riwayat Abu Zar ra., ia berkata:
    Aku menghampiri Nabi saw. yang sedang duduk di bawah bayang-bayang Kakbah. Ketika beliau melihatku beliau bersabda: Mereka benar-benar merugi, demi Tuhan Kakbah! Kemudian aku duduk, tetapi tidak tenang, maka aku segera bertanya: Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, siapakah mereka? Rasulullah saw. menjawab: Mereka adalah orang-orang yang paling banyak harta, kecuali yang berkata begini, begini dan begini (beliau memberi isyarat ke depan, ke belakang, ke kanan dan ke kiri). Mereka yang mau berbuat demikian sangat sedikit. Setiap pemilik unta atau sapi atau kambing yang tidak mau membayar zakatnya, pasti nanti pada hari kiamat, hewan-hewan itu akan datang dalam keadaan lebih besar dan lebih gemuk dari sebelumnya, menanduki pemiliknya dengan tanduk-tanduknya dan menginjak-injak dengan telapak kaki-telapak kakinya. Setiap kali yang lain telah selesai, datang lagi yang pertama sampai diputuskan di hadapan seluruh manusia. (Shahih Muslim No.1652)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Nabi saw. bersabda: Tidak akan membuat aku senang jika aku mempunyai emas sebesar gunung Uhud, bahkan ditambah lagi (gunung) kedua dan ketiga, kecuali satu dinar milikku yang aku sisakan untuk membayar utang tanggunganku. (Shahih Muslim No.1653)
7. Tentang orang yang menimbun harta dan kecaman keras terhadap mereka
  • Hadis riwayat Abu Zar ra.:
    Dari Ahnaf bin Qais, ia berkata: Aku datang ke Madinah. Ketika sampai di suatu halaqah (majlis taklim), di dalamnya terdapat beberapa pemuka Quraisy, tiba-tiba datang seorang lelaki yang kasar pakaiannya, kasar badannya dan buruk wajahnya, ia berhenti pada mereka dan berkata: Kabarkan kepada orang-orang yang menimbun harta (dan tidak mau mengeluarkan zakat) dengan batu bara yang akan dipanaskan di dalam neraka Jahanam, lalu diletakkan pada puting buah dada salah seorang di antara mereka kemudian menembus sampai tulang rawan di ujung kedua bahunya dan diletakkan pada tulang rawan di ujung kedua bahunya hingga tembus sampai puting buah dadanya sambil bergetar-getar. Ia (Ahnaf) berkata: Maka mereka semua tertunduk malu (karena ucapan tersebut). Aku tidak melihat seorang pun di antara mereka yang memandangnya kembali. Lalu orang itu pergi. Aku mengikutinya sampai ia berhenti pada sebuah rombongan. Aku berkata: Aku tidak melihat pada mereka, kecuali ketidaksukaan terhadap apa yang engkau katakan kepada mereka. Orang itu berkata: Orang-orang itu tidak tahu apa-apa. Dahulu orang yang kucintai, Abul Qasim (Rasulullah) saw. memanggilku, lalu aku memenuhi panggilannya. Beliau bertanya: Apakah engkau melihat gunung Uhud? Aku (orang itu) memandang matahari yang menyengatku, aku menyangka bahwa beliau (Rasulullah saw.) akan mengutusku untuk suatu keperluan. Aku menjawab: Aku melihatnya. Rasulullah saw. bersabda: Tidak membuat aku senang seandainya aku mempunyai emas sebesar (gunung Uhud) itu yang aku belanjakan seluruhnya, kecuali tiga dinar. Kemudian orang-orang itu mengumpulkan dunia, mereka tidak memikirkan apa-apa. Katanya (Ahnaf): Aku bertanya: Ada masalah apa antara engkau dengan saudara-saudaramu dari Quraisy? Kenapa engkau tidak mendatangi dan meminta kepada mereka lalu engkau mendapatkan bagian dari mereka? Orang itu berkata: Tidak, demi Tuhanmu, aku tidak akan meminta dunia kepada mereka dan tidak akan meminta fatwa agama kepada mereka sampai aku bertemu Allah dan Rasul-Nya. (Shahih Muslim No.1656)

    Kitab Zakat dan sedekah
8. Dorongan membelanjakan harta dan pemberian kabar gembira kepada orang yang membelanjakan harta dengan gantinya
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Nabi saw. bersabda: Allah Taala berfirman: Hai anak cucu Adam, berinfaklah kalian, maka Aku akan memberi ganti kepadamu. Rasulullah saw. bersabda: Anugerah Allah itu penuh dan deras. Ibnu Numair berkata: (Maksud dari) mal'aan adalah pemberian yang banyak dan mendatangkan keberkahan, tidak mungkin terkurangi oleh apapun di waktu malam dan siang. (Shahih Muslim No.1658)
9. Memulai nafkah pada diri sendiri lalu pada keluarganya kemudian pada kerabat
  • Hadis riwayat Jabir ra., ia berkata:
    Seorang dari Bani Udzrah memerdekakan budaknya dengan syarat kematiannya (misalnya dengan mengatakan: Engkau merdeka, jika aku meninggal). Hal itu sampai kepada Rasulullah saw. lalu beliau bertanya: Apakah engkau mempunyai harta lain? Orang itu menjawab: Tidak. Rasulullah saw. bersabda: Siapakah yang mau membelinya dariku? Nu'aim bin Abdullah Al-Adawi membelinya dengan harga delapan ratus dirham. Lalu Rasulullah saw. membawa harga jual budak itu dan membayarkannya kepada orang tersebut (pemiliknya). Kemudian bersabda: Mulailah untuk dirimu, bersedekahlah untuk dirimu. Jika masih tersisa, maka berinfaklah kepada keluargamu dan jika masih tersisa, maka berinfaklah kepada kerabatmu. Bila dari kerabatmu masih tersisa, maka begini dan begini. Ia (Jabir) menjelaskan: Tetangga depanmu, tetangga kananmu dan tetangga kirimu. (Shahih Muslim No.1663)
10. Keutamaan nafkah dan sedekah kepada kaum kerabat, istri, anak-anak dan kedua orang tua meskipun mereka adalah orang-orang musyrik
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
    Abu Thalhah adalah seorang sahabat Ansar yang paling banyak harta di Madinah. Dan harta yang paling ia sukai adalah kebun Bairaha. Kebun itu menghadap ke mesjid Nabawi. Rasulullah saw. biasa masuk ke kebun itu untuk minum airnya yang tawar. Anas berkata: Ketika turun ayat ini: Sekali-kali kalian tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Abu Thalhah datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: Allah telah berfirman dalam kitab-Nya: Sekali-kali kalian tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai, sedangkan harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha, maka kebun itu aku sedekahkan karena Allah. Aku mengharapkan kebaikan dan simpanannya (pahalanya di akhirat) di sisi Allah. Oleh sebab itu, pergunakanlah kebun itu, wahai Rasulullah, sekehendakmu. Rasulullah saw. bersabda: Bagus! Itu adalah harta yang menguntungkan, itu adalah harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan mengenai kebun itu. Dan aku berpendapat, hendaknya kebun itu engkau berikan kepada kaum kerabatmu. Lalu Abu Thalhah membagi-bagi kebun itu dan memberikannya kepada kaum kerabat dan anak-anak pamannya. (Shahih Muslim No.1664)
  • Hadis riwayat Maimunah binti Harits ra.:
    Bahwa ia memerdekakan seorang budak pada zaman Rasulullah saw. Ketika hal itu ia tuturkan kepada Rasulullah saw, beliau bersabda: Seandainya budak itu engkau berikan kepada bibi-bibimu, tentu lebih besar lagi pahalamu. (Shahih Muslim No.1666)
  • Hadis riwayat Zainab ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Bersedekahlah kalian, wahai kaum wanita, meskipun dari perhiasan kalian! Kemudian aku (Zainab) kembali kepada Abdullah, dan berkata: Engkau adalah seorang lelaki yang tidak banyak harta, sedangkan Rasulullah saw. telah memerintahkan kita untuk bersedekah, maka datanglah kepada beliau untuk menanyakan apakah cukup sedekahku aku berikan kepadamu. Jika tidak, aku akan berikan kepada selain engkau. Abdullah berkata: Engkau sajalah yang datang menemui beliau. Lalu berangkat, ternyata di depan pintu rumah Rasulullah saw. sudah ada seorang wanita Ansar yang sama keperluannya dengan keperluanku. Pada saat itu Rasulullah saw. sedang merasa segan, lalu Bilal keluar menemui kami. Kami berkata kepadanya: Temuilah Rasulullah saw. beritahukan kepada beliau bahwa ada dua orang wanita di depan pintu yang ingin bertanya: Apakah cukup sedekah keduanya diberikan kepada suami mereka dan kepada anak-anak yatim yang berada dalam tanggungan mereka? Tapi jangan katakan siapa kami. Lalu Bilal masuk menemui Rasulullah saw. dan bertanya kepada beliau. Rasulullah saw. bertanya: Siapakah mereka berdua? Bilal menjawab: Seorang wanita Ansar dan Zainab. Rasulullah saw. bertanya: Zainab yang mana? Bilal menjawab: Istri Abdullah. Rasulullah saw. bersabda kepada Bilal: Mereka berdua mendapatkan dua pahala, pahala kerabat dan pahala sedekah. (Shahih Muslim No.1667)
  • Hadis riwayat Ummu Salamah ra., ia berkata:
    Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasulullah, Apakah aku mendapatkan pahala bila aku memberi nafkah kepada anak-anak Abu Salamah, aku tidak dapat membiarkan mereka ke sana ke mari (mencari rezeki), bagaimanapun mereka juga anak-anakku. Rasulullah saw. bersabda: Ya, engkau mendapatkan pahala apa yang engkau nafkahkan kepada mereka. (Shahih Muslim No.1668)
  • Hadis riwayat Abu Masud Al-Badri ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Sesungguhnya seorang muslim, jika memberikan nafkah kepada keluarganya dan ia mengharap pahala darinya, maka nafkahnya itu menjadi sedekah baginya. (Shahih Muslim No.1669)
  • Hadis riwayat Asma ra., ia berkata:
    Aku bertanya kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasulullah, ibuku (seorang musyrik) datang kepadaku mengharap bakti dariku. Apakah aku harus berbakti kepadanya? Rasulullah saw. bersabda: Ya. (Shahih Muslim No.1670)
11. Pahala sedekah sampai untuk mayit
  • Hadis riwayat Aisyah ra.:
    Bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi saw. dan berkata: Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dunia mendadak dan tidak sempat berwasiat. Tetapi aku menduga seandainya ia dapat berbicara, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya? Rasulullah saw. bersabda: Ya. (Shahih Muslim No.1672)
12. Menerangkan bahwa sebutan sedekah juga dapat diterapkan pada setiap macam kebaikan
  • Hadis riwayat Abu Musa ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Setiap muslim wajib bersedekah. Ditanyakan: Apa pendapatmu jika ia tidak mempunyai sesuatu (untuk bersedekah)? Rasulullah saw. bersabda: Dia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia dapat memberi manfaat dirinya dan bersedekah. Ditanyakan pula: Apa pendapatmu, jika ia tidak mampu? Rasulullah saw. bersabda: Dia dapat membantu orang dalam keperluan mendesak. Ditanyakan lagi: Apa pendapatmu, bila tidak mampu? Rasulullah saw. bersabda: Dia dapat memerintahkan kebaikan. Masih ditanyakan lagi: Apa pendapatmu jika ia tidak melakukannya? Rasulullah saw. bersabda: Dia dapat menahan diri dari berbuat kejahatan, karena itu adalah sedekah. (Shahih Muslim No.1676)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Setiap ruas tulang manusia wajib bersedekah setiap hari, di mana matahari terbit. Selanjutnya beliau bersabda: Berlaku adil antara dua orang adalah sedekah, membantu seseorang (yang kesulitan menaikkan barang) pada hewan tunggangannya, lalu ia membantu menaikkannya ke atas punggung hewan tunggangannya atau mengangkatkan barang-barangnya adalah sedekah. Rasulullah saw. juga bersabda: Perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah yang dikerahkan menuju salat adalah sedekah dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah. (Shahih Muslim No.1677)
     13. Tentang orang yang berinfak dan orang yang enggan berinfak
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Setiap hari, di mana para hamba memasuki waktu pagi, pasti ada dua malaikat yang turun. Satu di antara keduanya berdoa: "Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak", dan yang satu lagi berdoa: "Ya Allah, berikanlah kemusnahan (kerugian) kepada orang yang enggan berinfak". (Shahih Muslim No.1678) 

    14. Ajakan bersedekah sebelum datang masa di mana ia tidak menemukan orang yang menerimanya (akhir zaman)
  • Hadis riwayat Haritsah bin Wahab ra., ia berkata:
    Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Bersedekahlah kalian, karena hampir saja seseorang berjalan membawa sedekahnya, lalu orang yang hendak diberi sedekah berkata: Seandainya engkau memberikan kepadaku kemarin, tentu aku menerimanya. Sekarang aku tidak lagi memerlukannya. Orang itu tidak menemukan orang yang mau menerima sedekahnya. (Shahih Muslim No.1679)
  • Hadis riwayat Abu Musa ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Pasti akan datang kepada manusia suatu zaman, di mana seseorang berkeliling membawa sedekah emas, lalu ia tidak menemukan seorang pun yang mau mengambilnya. Dan terlihat seseorang diikuti oleh empat puluh orang wanita yang berlindung kepadanya karena sedikitnya kaum lelaki dan banyaknya kaum wanita. (Shahih Muslim No.1680)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tidak akan terjadi hari kiamat sebelum harta menjadi banyak dan melimpah, sampai-sampai seseorang yang hendak mengeluarkan zakat hartanya tidak mendapati orang yang mau menerimanya dan sampai tanah Arab kembali menjadi padang gembala dan sungai-sungai. (Shahih Muslim No.1681)
15. Penerimaan sedekah adalah dari hasil usaha yang baik dan pengembangan yang baik pula
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah seorang yang bersedekah dengan harta yang baik, Allah tidak menerima kecuali yang baik, kecuali (Allah) Yang Maha Pengasih akan menerima sedekah itu dengan tangan kanan-Nya. Jika sedekah itu berupa sebuah kurma, maka di tangan Allah yang Maha Pengasih, sedekah itu akan bertambah sampai menjadi lebih besar dari gunung, sebagaimana seseorang di antara kalian membesarkan anak kudanya atau anak untanya. (Shahih Muslim No.1684)

     
    16. Sunat bersedekah walau hanya separoh kurma atau perkataan yang baik dan sedekah merupakan tabir dari api neraka
  • Hadis riwayat Adi bin Hatim ra., ia berkata:
    Aku mendengar Nabi saw. bersabda: Barang siapa di antara kalian mampu berlindung dari neraka walau hanya dengan separoh kurma, maka hendaklah ia melakukannya (bersedekah). (Shahih Muslim No.1687)
17. Kuli angkut mendapat pahala dari upah yang disedekahkan dan larangan keras menolak merendahkan orang yang bersedekah sedikit
  • Hadis riwayat Abu Masud ra., ia berkata:
    Ketika kami diperintahkan untuk bersedekah, kami menjadi kuli angkut (dan kami bersedekah dari upah pekerjaan itu). Abu Aqil bersedekah dengan setengah sha`. Seseorang membawa sedekah sedikit lebih banyak darinya. Orang-orang munafik berkata: Sesungguhnya Allah tidak butuh sedekah orang ini, orang ini melakukan hal itu hanya untuk pamer. Lalu turunlah ayat: yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan mencela orang-orang yang tidak mendapatkan "sesuatu untuk disedekahkan" selain sekedar jerih payahnya. (Shahih Muslim No.1692)
18. Keutamaan meminjamkan unta perah
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Nabi saw. bersabda: Ingatlah, bahwa seseorang yang memberikan unta perah kepada anggota keluarganya, yang dapat menghasilkan sepanci besar susu setiap keluar di pagi dan sore, maka pahalanya sungguh sangat besar. (Shahih Muslim No.1693)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Dari Nabi saw. bahwa beliau melarang beberapa hal lalu menyebutkan beberapa perangai dan bersabda: Barang siapa memberi pinjaman unta, maka unta itu memasuki waktu pagi dengan sedekah dan memasuki waktu sore dengan sedekah, yakni susunya di pagi hari dan di sore hari itu. (Shahih Muslim No.1694)
19. Perumpamaan orang yang berinfak dan orang kikir
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Perumpamaan orang yang berinfak dan orang yang bersedekah adalah seperti seorang lelaki yang mengenakan dua jubah atau dua baju besi mulai dadanya sampai ke atas. Apabila orang yang berinfak hendak berinfak, (dalam riwayat lain) Apabila orang yang bersedekah hendak bersedekah, maka baju itu menjadi longgar padanya. Dan kalau orang bakhil hendak berinfak, maka baju itu menjadi sesak dan terasa kecil, sehingga dapat menutupi jari-jarinya dan menghapus jejaknya. Lalu ia berkata: Kata Abu Hurairah ra.: Kemudian beliau bersabda: Orang yang bakhil ingin melonggarkan pakaiannya, tetapi tidak longgar. (Shahih Muslim No.1695)
20. Pahala orang yang bersedekah tetap, meskipun sedekahnya jatuh ke tangan orang yang tak berhak
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Seorang lelaki berkata: Sungguh aku akan mengeluarkan sedekah pada malam ini. Lalu ia keluar membawa sedekahnya dan jatuh ke tangan seorang wanita pezina. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Tadi malam, seorang wanita pezina mendapatkan sedekah. Lelaki itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, (sedekahku jatuh pada wanita pezina). Aku akan bersedekah lagi. Dia keluar membawa sedekahnya dan jatuh ke tangan orang kaya. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Sedekah diberikan kepada orang kaya. Orang itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, (sedekahku jatuh pada orang kaya). Aku akan bersedekah lagi. Kemudian ia keluar membawa sedekah dan jatuh ke tangan pencuri. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Sedekah diberikan kepada pencuri. Orang itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, sedekahku ternyata jatuh pada wanita pezina, pada orang kaya dan pada pencuri. Lalu ia didatangi (malaikat) dan dikatakan kepadanya: Sedekahmu benar-benar telah diterima. Boleh jadi wanita pezina itu akan menghentikan perbuatan zinanya, karena sedekahmu, orang kaya dapat mengambil pelajaran dan mau memberikan sebagian apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Dan mungkin saja si pencuri menghentikan perbuatan mencurinya, karena sedekahmu. (Shahih Muslim No.1698)
21. Pahala bendahara yang tepercaya dan wanita yang bersedekah dari rumah suaminya sesuatu yang belum rusak, baik dengan izin yang jelas maupun secara adat
  • Hadis riwayat Abu Musa ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Sesungguhnya bendahara muslim lagi tepercaya adalah yang melaksanakan (kemungkinan juga beliau bersabda: memberikan) apa yang diperintahkan. Kemudian ia memberikannya sempurna dan banyak dengan jiwa yang baik, lalu ia menyerahkannya kepada orang yang diperintahkan salah seorang yang bersedekah untuk diberikan sedekah. (Shahih Muslim No.1699)
  • Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Apabila seorang wanita berinfak dari makanan rumahnya yang tidak rusak, maka ia mendapat pahala dari apa yang telah ia infakkan dan suaminya mendapatkan pahala dengan apa yang telah diusahakan. Demikian pula, bendahara (mendapat pahala) seperti pahala orang yang bersedekah, sebagian mereka tidak mengurangi sedikit pun pahala sebagian yang lain. (Shahih Muslim No.1700)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Wanita yang suaminya ada, tidak boleh berpuasa kecuali dengan izinnya dan tidak boleh mengizinkan orang lain masuk rumah suaminya, saat suaminya ada kecuali dengan izinnya. Dan apapun yang ia infakkan dari hasil kerja suaminya tanpa perintah suaminya, maka separoh pahalanya adalah milik suaminya. (Shahih Muslim No.1704)
22. Orang yang mengumpulkan sedekah dan amal-amal kebaikan
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa berinfak dengan sepasang (kuda, unta dan sebagainya) di jalan Allah, maka di surga ia dipanggil: Wahai hamba Allah, pintu ini adalah lebih baik. Barang siapa termasuk ahli salat, maka ia dipanggil dari pintu salat. Barang siapa termasuk ahli jihad, maka ia dipanggil dari pintu jihad. Barang siapa termasuk ahli sedekah, maka ia dipanggil dari pintu sedekah. Dan barang siapa termasuk ahli puasa, maka ia dipanggil dari pintu Rayyan. Abu Bakar Sidik bertanya: Wahai Rasulullah, apakah setiap orang pasti dipanggil dari pintu-pintu tersebut. Apakah mungkin seseorang dipanggil dari semua pintu? Rasulullah saw. bersabda: Ya, dan aku berharap engkau termasuk di antara mereka (yang dipanggil dari semua pintu). (Shahih Muslim No.1705)
23. Anjuran berinfak dan makruh menghitung-hitungnya
  • Hadis riwayat Asma binti Abu Bakar ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Berinfaklah atau memberilah dan jangan menghitung-hitung, karena Allah akan memperhitungkannya untukmu. (Shahih Muslim No.1708)
24. Anjuran bersedekah walau sedikit dan jangan enggan bersedekah karena meremehkan yang sedikit
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: Wahai para wanita muslimah, jangan sekali-kali seseorang meremehkan pemberian tetangganya, meskipun hanya berupa teracak (kuku) kambing. (Shahih Muslim No.1711)

    Kitab Zakat
25. Keutamaan merahasiakan sedekah
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada mesjid (selalu melakukan salat jamaah di dalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk berzina), tapi ia mengatakan: Aku takut kepada Allah, seseorang yang memberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kanannya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kirinya dan seseorang yang berzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya. (Shahih Muslim No.1712)
26. Menerangkan bahwa sedekah yang paling utama ialah sedekah orang yang sehat yang kikir
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw. lalu berkata: Wahai Rasulullah, sedekah manakah yang paling agung? Rasulullah saw. bersabda: Engkau bersedekah ketika engkau engkau sehat lagi kikir dan sangat memerlukan, engkau takut miskin dan sangat ingin menjadi kaya. Jangan engkau tunda-tunda sampai nyawa sudah sampai di kerongkongan, baru engkau berpesan: Berikan kepada si fulan sekian dan untuk si fulan sekian. Ingatlah, memang pemberian itu hak si fulan. (Shahih Muslim No.1713)
27. Menerangkan bahwa tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah dan tangan yang di atas adalah yang memberi dan tangan yang di bawah adalah yang menerima
  • Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. ketika berada di atas mimbar, beliau menuturkan tentang sedekah dan menjaga diri dari meminta. Beliau bersabda: Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah yang memberi dan yang di bawah adalah yang meminta. (Shahih Muslim No.1715)
  • Hadis riwayat Hakim bin Hizam ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Sedekah yang paling utama atau sedekah yang paling baik adalah sedekah dari harta yang cukup. Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Mulailah dari orang yang engkau tanggung (nafkahnya). (Shahih Muslim No.1716)
28. Larangan meminta
  • Hadis riwayat Muawiyah ra., ia berkata:
    Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya aku ini hanyalah bendaharawan, maka barang siapa aku berikan dan kebaikan hatiku, maka ia mendapat keberkahan dan barang siapa yang aku berikan karena ia meminta, maka ia seperti orang yang makan dan tidak akan kenyang. (Shahih Muslim No.1719)
29. Orang miskin adalah orang yang tidak berkecukupan dan tidak diketahui, lalu ia diberi sedekah
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta kepada manusia, lalu ia diberikan sesuap, dua suap, sebuah dan dua buah kurma. Para sahabat bertanya: Kalau begitu, siapakah orang miskin itu, wahai Rasulullah? Rasulullah saw. bersabda: Orang yang tidak menemukan harta yang mencukupinya tapi orang-orang tidak tahu (karena kesabarannya, ia menyembunyikan keadaannya dan tidak meminta-minta kepada orang lain), lalu diberi sedekah tanpa meminta sesuatu pun kepada manusia. (Shahih Muslim No.1722)
30. Tidak disukai meminta kepada orang lain
  • Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra.:
    Bahwa Nabi saw. bersabda: Masih saja seorang engkau meminta-minta hingga ia bertemu Allah dengan wajah tidak berdaging (karena hinanya). (Shahih Muslim No.1724)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sungguh, jika salah seorang di antara kalian berangkat pagi untuk mencari kayu yang ia panggul di atas punggungnya, lalu ia menyedekahkannya dan tidak memerlukan pemberian manusia, maka itu adalah lebih baik daripada ia meminta kepada seseorang, baik orang lain itu memberinya ataupun tidak. Karena, tangan yang di atas (yang memberi) lebih utama dari tangan yang di bawah (yang menerima). Dan mulailah dengan orang yang engkau tanggung. (Shahih Muslim No.1727)
31. Orang yang diberi tanpa meminta boleh mengambil secukupnya, tanpa berlebihan
  • Hadis riwayat Umar bin Khathab ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. pernah memberiku suatu pemberian, lalu aku berkata: Berikanlah saja kepada orang yang lebih memerlukannya dariku. Pada lain kali beliau memberiku uang, aku berkata: Berikanlah kepada orang yang lebih memerlukannya dariku. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Ambillah! Apapun harta yang datang kepadamu, sedangkan engkau tidak tamak dan tidak meminta, maka ambillah dan apa yang datang kepadamu, maka janganlah engkau jiwamu mengikutinya. (Shahih Muslim No.1731)
32. Tidak disukai loba kepada harta dunia
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Nabi saw. bersabda: Hati orang tua menjadi muda karena mencintai dua hal; suka dengan kehidupan dan harta. (Shahih Muslim No.1734)
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersada: Anak cucu Adam menjadi semakin tua, kecuali pada dua hal yang membuatnya menjadi muda, yaitu loba terhadap harta dan loba terhadap umur. (Shahih Muslim No.1736)
33. Seandainya anak cucu Adam mempunyai dua lembah harta, tentu ia masih menginginkan yang ketiga
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Seandainya anak cucu Adam mempunyai dua lembah harta, tentu ia masih menginginkan yang ketiga. Padahal yang memenuhi perut anak cucu Adam hanyalah tanah. Dan Allah menerima tobat orang yang mau bertobat. (Shahih Muslim No.1737)
  • Hadis riwayat Ibnu Abbas ra., ia berkata:
    Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Seandainya anak cucu Adam mempunyai harta sepenuh lembah, tentu ia masih ingin memiliki yang ketiga. Padahal yang mengisi perut anak cucu Adam itu hanyalah tanah. Dan Allah selalu menerima tobat orang-orang yang mau bertobat. (Shahih Muslim No.1739)
34. Kaya itu bukanlah karena banyak harta
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bersabda: Kaya itu bukanlah lantaran banyak harta. Tetapi, kaya itu adalah kaya hati. (Shahih Muslim No.1741)
35. Kekhawatiran terhadap keindahan dunia
  • Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. berdiri berkhutbah kepada kaum muslimin. Beliau bersabda: Tidak, demi Allah, aku tidak khawatir atas kalian, wahai manusia, kecuali terhadap keindahan dunia yang dikeluarkan Allah untuk kalian.

    Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kebaikan dapat mendatangkan keburukan? Rasulullah, saw. diam sejenak, kemudian beliau bersabda: Apa yang engkau tanyakan? Aku mengulangi pertanyaan: Wahai Rasulullah, apakah kebaikan itu dapat mendatangkan keburukan? Rasulullah saw. menjawab: Kebaikan (yang hakiki) itu hanya akan mendatangkan kebaikan. Apakah dapat dikatakan kebaikan, yang engkau dapat dari keindahan dunia itu? Setiap yang tumbuh pada musim semi itu dapat membunuh karena kekenyangan atau nyaris membunuh, kecuali ternak yang makan.

    Ternak itu makan, sampai ketika kedua lambungnya telah penuh, ia menghadap ke arah matahari untuk membuang kotoran encer atau kencing, kemudian memamah dan kembali makan. Barang siapa mengambil harta sesuai dengan haknya, maka ia diberkati dalam harta itu. Dan barang siapa mengambil harta tidak menurut haknya, maka ia seperti orang yang makan tapi tidak pernah kenyang. (Shahih Muslim No.1742)
36. Keutamaan sifat iffah dan sabar
  • Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra.:
    Bahwa sebagian orang Ansar meminta kepada Rasulullah saw., maka beliau memberi mereka. Kemudian mereka meminta lagi, beliau pun memberi mereka, sampai ketika telah habis sesuatu yang ada pada beliau, beliau bersabda: Apapun kebaikan yang ada padaku, maka aku tidak akan menyembunyikannya dari kalian. Barang siapa menjaga kehormatan diri, maka Allah akan menjaga kehormatan dirinya. Barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan mencukupinya. Barang siapa yang bersabar, maka Allah akan membuatnya sabar. Seseorang tidak diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran. (Shahih Muslim No.1745)
37. Tentang merasa cukup dan menerima apa adanya
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. berdoa: "Ya Allah jadikan rezeki keluarga Muhammad cukup untuk satu hari saja". (Shahih Muslim No.1747)
38. Memberi orang yang meminta dengan kata-kata kotor dan kasar
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
    Aku pernah berjalan bersama Rasulullah saw. Beliau mengenakan selendang dari Najran yang kasar pinggirnya. Tiba-tiba seorang badui berpapasan dengan beliau, lalu menarik selendang beliau dengan kuat. Ketika aku memandang ke sisi leher Rasulullah saw. ternyata pinggiran selendang telah membekas di sana, karena kuatnya tarikan. Orang itu kemudian berkata: Hai Muhammad, berikan aku sebagian dari harta Allah yang ada padamu. Rasulullah saw. berpaling kepadanya, lalu tertawa dan memberikan suatu pemberian kepadanya. (Shahih Muslim No.1749)
  • Hadis riwayat Miswar bin Makhramah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. membagi-bagikan pakaian luar, tetapi tidak memberikan sesuatu pun kepada Makhramah. Lalu Makhramah berkata kepadaku (Miswar): Wahai anakku, marilah berangkat bersamaku menemui Rasulullah saw. Aku berangkat bersamanya. Ia berkata: Masuklah dan panggilkan beliau untukku. Aku memanggilkannya, lalu beliau keluar dengan membawa selembar pakaian luar dan bersabda: Aku menyimpan ini untukmu. Aku memandang beliau, lalu beliau bersabda: Mudah-mudahan Makhramah senang. (Shahih Muslim No.1750)
39. Memberi orang yang baru memeluk Islam dan menyabarkan orang yang kuat imannya
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:
    Bahwa pada waktu perang Hunain, ketika Allah menganugerahkan fa'i jarahan kepada Rasulullah saw., berupa harta-harta kabilah Hawazin, ketika Rasulullah saw. mulai membagikan para pemuka Quraisy seratus ekor unta, orang-orang Ansar berkata: Semoga Allah mengampuni Rasulullah saw., beliau memberikan para pemuka Quraisy dan meninggalkan kami (tidak memberi kami), sedangkan pedang-pedang kami masih meneteskan darah mereka.

    Anas bin Malik berkata: Rasulullah saw. diceritakan tentang ucapan mereka. Lalu beliau memanggil orang-orang Ansar. Beliau mengumpulkan mereka dalam sebuah kemah dari kulit yang disamak. Setelah semua berkumpul, Rasulullah saw. datang dan bertanya: Pembicaraan apa yang sampai kepadaku dari kalian? Orang Ansar yang paham menjawab: Orang-orang yang paham di antara kami wahai Rasulullah, tidak mengatakan apa-apa. Sedangkan orang-orang yang masih muda di antara kami mengatakan: Semoga Allah mengampuni Rasul-Nya, beliau memberi orang Quraisy dan meninggalkan kami, sedangkan pedang-pedang kami masih meneteskan darah mereka.

    Rasulullah saw. bersabda: Sungguh, aku memberikan (harta rampasan) kepada orang-orang yang baru saja meninggalkan kekafiran adalah untuk mengokohkan hati mereka. Tidakkah kalian rela jika mereka pergi mendapatkan harta, sedangkan kalian kembali ke rumah kalian bersama Rasul (utusan Allah)? Demi Allah, apa yang kalian bawa pulang itu lebih baik dari apa yang mereka bawa. Mereka berkata: Ya, wahai Rasulullah, kami rela. Beliau bersabda: Sungguh, kalian akan mendapati pilihan berat, maka bersabarlah kalian hingga kalian bertemu Allah dan Rasul-Nya (sampai mati) dan berada di telaga. Mereka berkata: Kami akan bersabar (tetap bersama baginda). (Shahih Muslim No.1753)
  • Hadis riwayat Abdullah bin Zaid ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. membagi-bagikan harta rampasan perang ketika memenangkan perang Hunain. Beliau memberi orang-orang yang hendak dibujuk hatinya (orang yang baru masuk Islam). Lalu sampai berita kepadanya bahwa orang-orang Ansar ingin mendapatkan seperti apa yang diperoleh oleh mereka. Maka Rasulullah saw. berdiri menyampaikan pidato kepada mereka. Setelah memuji dan menyanjung Allah, beliau bersabda: Hai orang-orang Ansar, bukankah aku temukan kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah menunjuki kalian dengan sebab kau? Bukankah aku temukan kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah membuat kalian kaya dengan sebab aku? Bukankah aku temukan kalian dalam keadaan terpecah-belah, lalu Allah mempersatukan kalian dengan sebab aku? orang-orang Ansar menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih berhak mengungkit-ungkit.

    Kemudian beliau bersabda: Mengapa kalian tidak menjawabku? Mereka berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih berhak mengungkit-ungkit. Beliau bersabda: Kalian boleh saja berkata begini dan begini pada masalah begini dan begini. (Beliau menyebutkan beberapa hal. Amru, perawi hadis mengira ia tidak dapat menghafalnya). Selanjutnya beliau bersabda: Tidakkah kalian rela jika orang lain pergi dengan membawa kambing-kambing dan unta dan kalian pergi bersama Rasulullah ke tempat kalian? Orang-orang Ansar itu bagaikan pakaian dalam dan orang lain seperti pakaian luar (maksudnya orang Ansarlah yang paling dekat di hati Nabi saw.) Seandainya tidak ada hijrah, tentu aku adalah salah seorang di antara golongan Ansar. Seandainya orang-orang melalui lembah dan lereng, tentu aku melalui lembah dan celah orang-orang Ansar. Kalian pasti akan menemukan keadaan yang tidak disukai sepeninggalku. Karena itu, bersabarlah kalian hingga kalian bertemu denganku di atas telaga (pada hari kiamat). (Shahih Muslim No.1758)
  • Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
    Ketika hari perang Hunain, Rasulullah saw. mengutamakan beberapa orang dalam pembagian. Beliau memberi Aqra` bin Habis seratus ekor unta, memberikan kepada Uyainah dan beberapa para memuka Arab. Ketika itu beliau saw. mengutamakan mereka dalam pembagian. Lalu seseorang berkata: Demi Allah, sungguh ini adalah pembagian yang sama sekali tidak adil dan tidak dikehendaki Allah. Aku (Abdullah) berkata: Demi Allah, aku pasti akan menyampaikannya kepada Rasulullah saw. Aku datang kepada Rasulullah saw. dan memberitahu beliau tentang ucapan orang tersebut. Mendengar itu, wajah beliau berubah kemerah-merahan, kemudian bersabda: Siapa lagi yang dapat berbuat adil, jika Allah dan Rasul-Nya tidak berbuat adil? Kemudian beliau melanjutkan: Semoga Allah memberikan rahmat kepada Nabi Musa. Dia telah disakiti hatinya (oleh kaumnya) lebih banyak dari ini, tetapi ia tetap sabar. Aku berkata: Sesudah ini aku tidak melaporkan pembicaraan apapun kepada beliau. (Shahih Muslim No.1759)
40. Menyebutkan golongan Khawarij dan sifat mereka
  • Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
    Seseorang datang kepada Rasulullah saw. di Ji`ranah sepulang dari perang Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak. Dan Rasulullah saw. mengambilnya untuk diberikan kepada manusia. Orang yang datang itu berkata: Hai Muhammad, berlaku adillah! Beliau bersabda: Celaka engkau! Siapa lagi yang bertindak adil, bila aku tidak adil? Engkau pasti akan rugi, jika aku tidak adil. Umar bin Khathab ra. berkata: Biarkan aku membunuh orang munafik ini, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Aku berlindung kepada Allah dari pembicaraan orang bahwa aku membunuh sahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya memang membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1761)
  • Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
    Ali ra. yang sedang berada di Yaman, mengirimkan emas yang masih dalam bijinya kepada Rasulullah saw., kemudian Rasulullah saw. membagikannya kepada beberapa orang, Aqra` bin Habis Al-Hanzhali, Uyainah bin Badr Al-Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al-Amiri, seorang dari Bani Kilab, Zaidul Khair At-Thaiy, seorang dari Bani Nabhan. Orang-orang Quraisy marah dan berkata: Apakah baginda memberi para pemimpin Najed, dan tidak memberikan kepada kami? Rasulullah saw. bersabda: Aku melakukan itu adalah untuk mengikat hati mereka. Kemudian datang seorang lelaki yang berjenggot lebat, kedua tulang pipinya menonjol, kedua matanya cekung, jidatnya jenong dan kepalanya botak. Ia berkata: Takutlah kepada Allah, ya Muhammad! Rasulullah saw. bersabda: Siapa lagi yang taat kepada Allah jika aku mendurhakai-Nya? Apakah Dia mempercayai aku atas penduduk bumi, sedangkan kamu tidak mempercayai aku? Lalu laki-laki itu pergi. Seseorang di antara para sahabat minta izin untuk membunuh laki-laki itu (diriwayatkan bahwa orang yang ingin membunuh itu adalah Khalid bin Walid), tetapi Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya diantara bangsaku ada orang-orang yang membaca Alquran tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762)
41. Anjuran untuk membunuh orang-orang Khawarij
  • Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
    Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771)
42. Golongan Khawarij adalah seburuk-buruk manusia
  • Hadis riwayat Sahal bin Hunaif ra.:
    Dari Yusair bin Amru, ia berkata: Saya berkata kepada Sahal: Apakah engkau pernah mendengar Nabi saw. menyebut-nyebut Khawarij? Sahal menjawab: Aku mendengarnya, ia menunjuk dengan tangannya ke arah Timur, mereka adalah kaum yang membaca Alquran dengan lisan mereka, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1776)
43. Larangan berzakat kepada Rasulullah saw., keluarganya, Bani Hasyim dan Bani Muthalib
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
    Suatu ketika Hasan bin Ali mengambil sebuah kurma dari kurma sedekah (zakat) dan hendak memasukkannya ke dalam mulutnya, kemudian Rasulullah saw. bersabda: Hai, hai, buang itu! Tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak boleh makan sedekah (zakat)?. (Shahih Muslim No.1778)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda: Aku kembali kepada keluargaku, lalu aku menemukan sebuah kurma yang jatuh di atas pembaringanku. Kemudian aku mengambilnya untuk aku makan, tetapi aku khawatir kurma itu kurma sedekah, maka aku membuangnya. (Shahih Muslim No.1779)
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:
    Bahwa Nabi saw. menemukan sebuah kurma, lalu beliau bersabda: Seandainya kurma itu bukan kurma sedekah, maka aku akan memakannya. (Shahih Muslim No.1781)
44. Nabi saw., Bani Hasyim dan Bani Muthalib diperbolehkan menerima hadiah, meskipun pemberi hadiah mendapatkannya dari sedekah serta menerangkan bahwa apabila sedekah telah diterima oleh orang yang diberi sedekah, maka hilanglah sifat sedekah dan menjadi halal bagi setiap orang yang semula haram menerimanya
  • Hadis riwayat Anas ra., ia berkata:
    Barirah menghadiahkan daging kepada Nabi saw. Daging tersebut adalah sedekah untuknya (Barirah). Rasulullah saw. bersabda: Daging itu baginya adalah sedekah, sedangkan bagi kami adalah hadiah. (Shahih Muslim No.1786)
  • Hadis riwayat Aisyah ra.:
    Bahwa Nabi saw. diberi daging sapi dan dikatakan: Ini adalah daging yang disedekahkan kepada Barirah. Beliau bersabda: Baginya adalah sedekah dan bagi kami adalah hadiah. (Shahih Muslim No.1787)
  • Hadis riwayat Ummu Athiyyah ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. mengirimkan kambing sedekah (zakat). Lalu aku mengirimkan sebagiannya kepada Aisyah ra. Ketika Rasulullah saw. datang kepada Aisyah ra. beliau bertanya: Apakah kalian mempunyai sesuatu? Aisyah ra. menjawab: Tidak, kecuali bahwa Nusaibah (Ummu Athiyyah) mengirimkan kepada kita sebagian kambing yang baginda kirimkan kepadanya. Rasulullah saw. bersabda: Kambing itu telah mencapai kehalalannya (hilang hukum sedekah sehingga menjadi halal bagi kita). (Shahih Muslim No.1789)
45. Nabi saw. menerima hadiah dan menolak sedekah (zakat)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
    Bahwa Nabi saw. biasanya bila dibawakan makanan, beliau selalu menanyakannya terlebih dahulu. Jika dikatakan bahwa makanan itu adalah hadiah, maka beliau memakannya. Dan kalau dikatakan bahwa itu adalah sedekah, maka beliau tidak mau memakannya. (Shahih Muslim No.1790)
46. Doa untuk orang yang datang membawa sedekah
  • Hadis riwayat Abdullah bin Abu Aufa ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bila didatangi oleh orang-orang yang membawa sedekah mereka, beliau berdoa: "Ya Allah, rahmatilah mereka". Ketika ayahku, Abu Aufa datang membawa sedekahnya, beliau berdoa: Ya Allah, rahmatilah keluarga Abu Aufa. (Shahih Muslim No.1791)

    Sumber: Bab Zakat; Shahih Muslim

ITJ