Hanya 64,54% Jajanan Anak yang Memenuhi Syarat
Senayan
(01/02) – Anggota Komisi IX DPR RI Dapil Kepri dari FPKS Ibu Herlini
amran prihatin dengan data BPOM yang menunjukan hanya 64,54 persen
produk pangan jajanan anak sekolah yang memenuhi syarat (MS). Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja BPOM masih belum optimal dan efektif padahal
Bpom sudah memiliki Program Rencana Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS) yang diresmikan oleh Wakil Presiden RI pada tanggal 31
Januari 2011 silam.
“Jajanan Anak Sekolah memegang peranan penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak sekolah. Menurut penelitian Guhardja tahun 2004 di bogor, bahwa 36 persen kebutuhan energi anak sekolah diperoleh dari pangan jajanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah,” kata Herlini.
Dari data yang diberikan Bpom dalam Rapat Dengar Pendapat Rabu (01/02) dengan Komisi IX didapatkan dari Sampling yang dilaksanakan oleh 30 Balai Pom di Indonesia dengan Sample 886 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di Indonesia di dapatkan 3.103 sekolah atau 64,54 persen sekolah yang memenuhi sayrat (MS) dan 1.7,05 atau 35,46 persen sample yang tidak menenuhi syarat.
PJAS yang tidak MS keamanan pangan disebabkan oleh penyalahgunaan bahan berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin B, methanyl yellow, penggunaan Bahan Tambahan Pangan berlebihan, tercemar logam berat dan pestisida, serta buruknya higiene dan sanitasi yang menyebabkan rendahnya kualitas mikrobiologis. Rendahnya kualitas PJAS dapt memperburuk status gizi anak sekolah akibat terganggunya asupan gizi.
“Pemerintah dalam hal ini BPOM harus membuat trobosan baru terkait mengurangi PJAS yang tidak MS seperti bekerja sama dengan Pemda (Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan), kepala sekolah, guru dan wali murid terkait sosialisaisi dampak PJAS yang tidak MS. Serta memprogramkan pembinaan para penjaja makanan anak sekolah yang telah teridentifikasi melalui kegiatan sosialisasi dan pelatihan mengolah PJAS yang sehat, aman, enak, dan tentunya halal. Bagi pedagang-pedagang nakal yang terbukti tidak mematuhi setandar PJAS tersebut harus ditindak sesuai kadar pelanggarannya, demi melindungi kesehatan anak-anak bangsa".
“Jangan sampai ada semacam kebiasaan pemerintah untuk melakukan intensifikasi pengawasan pada hari-hari besar atau momen sensasional saja. Karena masyarakat setiap hari melakukan tansaksi dan mengonsumsi produk pangan,” ujar Herlini. Khusus untuk menjamin tersedinya PJAS yang sehat, aman, enak, dan halal; Komisi IX DPR menuntut keseriusan BPOM -bekerjasama dengan semua pihak terkait- membina penjaja makanan anak sekolah termasuk kantin sekolah agar dilaksanakan berkesinambungan, menyeluruh, dan terukur capaiannya.
Legislator Partai Keadilan Sejahtera ini berharap BPOM bisa lebih optimal dan serius karena hal ini menyangkut keselamatan nyawa manusia. ”Pasal 4 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dengan jelas menyebutkan tentang Hak-hak Konsumen diantaranya hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Sehingga perlaksanaan pengawasan memang harus dilakukan secara intensif, sistematis dan visioner”.
“Jajanan Anak Sekolah memegang peranan penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak sekolah. Menurut penelitian Guhardja tahun 2004 di bogor, bahwa 36 persen kebutuhan energi anak sekolah diperoleh dari pangan jajanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah,” kata Herlini.
Dari data yang diberikan Bpom dalam Rapat Dengar Pendapat Rabu (01/02) dengan Komisi IX didapatkan dari Sampling yang dilaksanakan oleh 30 Balai Pom di Indonesia dengan Sample 886 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di Indonesia di dapatkan 3.103 sekolah atau 64,54 persen sekolah yang memenuhi sayrat (MS) dan 1.7,05 atau 35,46 persen sample yang tidak menenuhi syarat.
PJAS yang tidak MS keamanan pangan disebabkan oleh penyalahgunaan bahan berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin B, methanyl yellow, penggunaan Bahan Tambahan Pangan berlebihan, tercemar logam berat dan pestisida, serta buruknya higiene dan sanitasi yang menyebabkan rendahnya kualitas mikrobiologis. Rendahnya kualitas PJAS dapt memperburuk status gizi anak sekolah akibat terganggunya asupan gizi.
“Pemerintah dalam hal ini BPOM harus membuat trobosan baru terkait mengurangi PJAS yang tidak MS seperti bekerja sama dengan Pemda (Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan), kepala sekolah, guru dan wali murid terkait sosialisaisi dampak PJAS yang tidak MS. Serta memprogramkan pembinaan para penjaja makanan anak sekolah yang telah teridentifikasi melalui kegiatan sosialisasi dan pelatihan mengolah PJAS yang sehat, aman, enak, dan tentunya halal. Bagi pedagang-pedagang nakal yang terbukti tidak mematuhi setandar PJAS tersebut harus ditindak sesuai kadar pelanggarannya, demi melindungi kesehatan anak-anak bangsa".
“Jangan sampai ada semacam kebiasaan pemerintah untuk melakukan intensifikasi pengawasan pada hari-hari besar atau momen sensasional saja. Karena masyarakat setiap hari melakukan tansaksi dan mengonsumsi produk pangan,” ujar Herlini. Khusus untuk menjamin tersedinya PJAS yang sehat, aman, enak, dan halal; Komisi IX DPR menuntut keseriusan BPOM -bekerjasama dengan semua pihak terkait- membina penjaja makanan anak sekolah termasuk kantin sekolah agar dilaksanakan berkesinambungan, menyeluruh, dan terukur capaiannya.
Legislator Partai Keadilan Sejahtera ini berharap BPOM bisa lebih optimal dan serius karena hal ini menyangkut keselamatan nyawa manusia. ”Pasal 4 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dengan jelas menyebutkan tentang Hak-hak Konsumen diantaranya hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Sehingga perlaksanaan pengawasan memang harus dilakukan secara intensif, sistematis dan visioner”.
Sumber : web Partai Keadilan Sejahtera
test koment
ReplyDelete